Bhataramedia.com – Bagi orang yang mengalami kondisi pra diabetes, banyak upaya yang telah difokuskan pada perubahan gaya hidup dan penurunan berat badan. Ada satu hal yang perlu ditambahkan untuk melengkapi upaya tersebut. Penelitian baru mengenai puasa periodik telah mengidentifikasi proses biologis di dalam tubuh yang mengubah kolesterol jahat di dalam sel-sel lemak menjadi energi, sehingga dapat memerangi faktor-faktor risiko diabetes.
Para peneliti di Intermountain Heart Institute, Intermountain Medical Center di Murray, Utah, melihat bahwa setelah 10 sampai 12 jam waktu puasa, tubuh mulai mengais-ngais sumber energi ke seluruh tubuh untuk menopang dirinya sendiri. Tubuh menarik LDL (kolesterol jahat) dari sel-sel lemak dan menggunakannya sebagai energi.
“Puasa memiliki potensi untuk menjadi upaya intervensi diabetes yang penting,” kata Benjamin Horne, Ph.D., direktur kardiovaskular dan epidemiologi genetik di Intermountain Medical Center Heart Institute dan peneliti utama studi tersebut.
“Meskipun kami telah mempelajari puasa dan manfaat kesehatannya selama bertahun-tahun, kami tidak mengetahui mengapa puasa dapat memberikan manfaat kesehatan yang terkait dengan risiko diabetes,” lanjut dia.
Para peneliti telah mempresentasikan hasil studi mereka pada American Diabetes Association Scientific Sessions di San Francisco hari Sabtu, Juni 14, 2014.
Kondisi prediabetes berarti bahwa jumlah glukosa (gula) di dalam darah lebih tinggi dari jumlah normal tetapi tidak cukup tinggi untuk disebut sebagai diabetes.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dr. Horne dan timnya pada tahun 2011 difokuskan pada orang sehat yang menjalani puasa satu hari. Penelitian ini menunjukkan bahwa puasa dikaitkan dengan kadar glukosa yang lebih rendah dan penurunan berat badan.
“Ketika kami mempelajari efek puasa terhadap orang yang tampak sehat, kadar kolesterol meningkat selama puasa satu kali 24 jam. Perubahan tersebut terkait dengan kesehatan metabolik dan risiko diabetes. Bersama dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa puasa rutin dikaitkan dengan rendahnya risiko diabetes dan penyakit arteri koroner, hal ini menyebabkan kita untuk berpikir bahwa puasa sangat memiliki peranan penting di dalam mengurangi risiko diabetes dan masalah metabolisme yang terkait,” jelas Dr. Horne, seperti dilansir Newswise (10/6/2014).
Berdasarkan temuan di tahun 2011, Dr. Horne meluncurkan studi baru ini untuk melihat pengaruh puasa terhadap kondisi pra diabetes selama jangka waktu tertentu. Para peserta penelitian adalah orang-orang dengan kondisi pra diabetes, termasuk pria dan wanita berusia antara 30-69 tahun. Mereka setidaknya memiliki tiga faktor risiko metabolik. Faktor-faktor risiko tersebut adalah :
- Lingkar pinggang yang besar. Kondisi ini juga disebut sebagai obesitas abdominal atau “memiliki bentuk seperti apel.”
- Tingkat trigliserida yang tinggi. Trigliserida adalah jenis lemak yang ditemukan di dalam darah.
- Tingkat kolesterol HDL (kolestrol baik) yang rendah. Tingkat kolesterol HDL yang rendah meningkatkan risiko penyakit jantung.
- Tekanan darah tinggi. Tekanan darah adalah kekuatan aliran darah untuk mendorong dinding arteri pada saat jantung anda memompa darah.
- Tingginya Gula darah normal. Gula darah yang agak tinggi kemungkinan merupakan tanda awal diabetes.
Peserta di dalam penelitian ini adalah orang-orang dengan bobot yang berbeda, beberapa memiliki obesitas dan beberapa tidak mengalami obesitas. Di dalam penelitian sebelumnya mengenai puasa yang dilakukan oleh beberapa lembaga lain hanya meneliti peserta yang mengalami obesitas dan hanya terfokus pada penurunan berat badan akibat puasa. Meskipun penurunan berat badan juga terjadi di dalam studi baru ini (3 pon selama enam minggu), fokus utama dari penelitian ini adalah intervensi diabetes.
“Di dalam penelitian baru ini, kadar kolesterol meningkat sedikit selama hari-hari puasa. Hal ini sama seperti yang terjadi di dalam penelitian kami sebelumnya terhadap orang sehat. Namun, kita juga melihat bahwa selama periode enam minggu kadar kolesterol menurun sekitar 12 persen, di samping terjadinya penurunan berat badan,” kata Dr. Horne.
“Kami beranggapan bahwa kolesterol digunakan untuk energi selama periode puasa dan kemungkinan berasal dari sel-sel lemak. Hal ini membuat kami percaya bahwa puasa kemungkinan merupakan intervensi diabetes yang efektif,” lanjut Dr. Horne.
Proses pengambilan kolesterol LDL dari sel-sel lemak untuk energi akan membantu meniadakan resistensi insulin. Pada resistensi insulin, pankreas memproduksi lebih banyak insulin sampai tidak dapat lagi menghasilkan insulin yang sesuai untuk kebutuhan tubuh, sehingga gula darah naik.
“Sel-sel lemak adalah penyumbang utama terhadap resistensi insulin, sehingga dapat menyebabkan diabetes. Oleh karena puasa dapat membantu untuk menghilangkan dan memecah sel-sel lemak, resistensi insulin dapat ditekan melalui puasa,” katanya.
Dr. Horne mengatakan bahwa masih dibutuhkan studi yang lebih mendalam mengenai hal ini. Namun, temuan ini telah dapat dijadikan sebagai landasan untuk penelitian di masa depan.
“Meskipun puasa dapat melindungi terhadap diabetes. Sangat penting untuk diingat bahwa hasil ini tidak muncul secara tiba-tiba di dalam studi yang kami dilakukan. Proses tersebut membutuhkan waktu. Berapa lama dan seberapa sering orang harus berpuasa adalah pertanyaan tambahan yang baru akan kami mulai untuk teliti,” kata Dr. Horne.
Kontributor lainnya yang terlibat di dalam penelitian ini adalah Jeffrey L. Anderson, MD, J. Brent Muhlestein, MD dan Amy Butler.