Puasa Bermanfaat Memperbarui Sistem Kekebalan Tubuh Kita

Selama puasa, jumlah sel-sel ipunca hematopoietik meningkat, namun jumlah sel darah putih (biasanya berlimpah) mengalami penurunan. Pada tikus muda atau sehat yang menjalani puasa berulang kali / siklus re-feeding, populasi sel induk meningkat (dalam ukuran) meskipun jumlah sel darah putih tetap normal. Pada tikus dan tikus tua yang mengalami kemoterapi, siklus puasa membalikkan imunosupresi (berkurangnya kemampuan sistem imun) dan immunosenescence (kerusakan secara bertahap sistem imun akibat bertambahnya usia). (Credit: Cell Stem Cell, Cheng et al. 2014)

Bhataramedia.com – Suatu penelitian terbaru untuk pertama kalinya telah membuktikan mengenai intervensi alami yang memicu regenerasi organ berbasis sel punca (stem cell). Penelitian yang diterbitkan tanggal 5 Juni di jurnal Cell Press, Cell Stem Cell ini menunjukkan bahwa siklus puasa berkepanjangan tidak hanya melindungi terhadap kerusakan sistem kekebalan tubuh (efek samping utama dari kemoterapi) tetapi juga menginduksi regenerasi sistem kekebalan tubuh. Puasa dapat mengubah sel punca (stem cell) dari keadaan tidak aktif ke keadaan pembaruan diri.

Di dalam uji terhadap tikus dan percobaan klinis Tahap 1 pada manusia telah menunjukkan bahwa puasa secara signifikan menurunkan jumlah sel darah putih. Pada tikus, siklus puasa dapat “membalikkan saklar regeneratif”: mengubah jalur sinyal sel punca hematopoietik yang bertanggung jawab untuk regenerasi darah dan sistem kekebalan tubuh.

Studi ini memiliki implikasi besar bagi proses penuaan yang sehat, di mana penurunan sistem kekebalan tubuh memberikan kontribusi untuk peningkatan kerentanan terhadap penyakit seiring bertambahnya usia. Dengan menguraikan bagaimana siklus puasa berkepanjangan (periode tidak memakan apapun selama dua sampai empat hari pada suatu waktu selama enam bulan) mampu membunuh sel-sel kekebalan yang lebih tua dan rusak dan menghasilkan sel-sel kekebalan yang baru. Penelitian ini juga memiliki implikasi untuk toleransi terhadap kemoterapi dan bagi orang-orang yang memiliki berbagai gangguan sistem kekebalan tubuh, termasuk gangguan autoimun.

“Kami sebelumnya tidak memprediksi bahwa puasa berkepanjangan akan memiliki efek yang luar biasa di dalam mempromosikan regenerasi sel punca berbasis sistem hematopoietik,” kata penuli studi ini, Valter Longo, profesor gerontologi dan ilmu biologi di USC Davis School of Gerontology dan direktur di USC Longevity Institute.

“Ketika anda kelaparan, sistem di dalam tubuh akan mencoba untuk menghemat energi. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk menghemat energi adalah dengan mendaur ulang sel-sel kekebalan yang sudah tidak diperlukan, terutama yang sudah rusak,” kata Longo, seperti dilansir USC (5/6/2014).

“Apa yang kami lihat pada penelitian terhadap manusia dan hewan adalah bahwa terjadi penurunan jumlah sel darah putih akibat puasa yang berkepanjangan. Kemudian ketika anda mulai makan kembali, sel-sel darah putih baru akan segera dibentuk. Jadi kita mulai berpikir dan bertanya, dari mana mereka berasal?,” lanjut Longo.

Puasa berkepanjangan tidak hanya memaksa tubuh untuk menggunakan cadangan glukosa, lemak dan protein, tetapi juga menguraikan sebagian besar sel-sel darah putih.

Selama siklus puasa, penurunan jumlah sel darah putih menyebabkan perubahan yang memicu regenerasi sistem kekebalan tubuh baru berbasis sel punca (stem cell). Secara khusus, puasa berkepanjangan mengurangi enzim PKA. Enzim PKA berfungsi untuk memperpanjang usia pada organisme sederhana. Selain itu, enzim tersebut juga telah dikaitkan dengan pembaharuan sel-sel punca dan pluripotensi (potensi dari satu sel untuk berkembang menjadi banyak jenis sel yang berbeda). Puasa berkepanjangan juga menurunkan tingkat IGF-1 (hormon faktor pertumbuhan) yang telah dikaitkan dengan proses penuaan, perkembangan tumor dan risiko kanker.

“PKA adalah gen kunci yang perlu dihentikan agar sel-sel punca dapat beralih ke mode regeneratif. Apabila aktivitas enzim PKA tlah dihentikan maka sel-sel punca mulai berkembang biak dan membangun kembali seluruh sistem,” jelas Longo.

“Kabar baiknya adalah bahwa tubuh menyingkirkan bagian-bagian dari sistem yang mungkin rusak atau tua dan bagian-bagian yang tidak efisien selama puasa. Jika anda mulai memiliki kerusakan sistem kekebalan tubuh akibat kemoterapi atau penuaan, secara harfiah puasa dapat menghasilkan sistem kekebalan tubuh yang baru,” tambah dia.

Penelitian lainnya yang dilakukan Longo terhadap sekelompok kecil pasien yang berpuasa selama periode 72 jam, juga telah menunjukkan bahwa puasa dapat melindungi tubuh dari toksisitas.

“Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa puasa dapat mengatasi efek samping berbahaya yang ditimbulkan oleh kemoterapi,” kata rekan peneliti, Tanya Dorff, asisten profesor kedokteran klinis di USC Norris Comprehensive Cancer Center and Hospital.

“Masih diperlukan studi klinis yang lebih mendalam mengenai hal ini dan sebaiknya hanya dilakukan di bawah bimbingan dokter,” saran Dorff.

“Kami sedang menyelidiki kemungkinan bahwa efek ini dapat diterapkan pada berbagai sistem dan organ, bukan hanya sistem kekebalan tubuh,” pungkas Longo.

Referensi Jurnal :

Chia-Wei Cheng, Gregor B. Adams, Laura Perin, Min Wei, Xiaoying Zhou, Ben S. Lam, Stefano Da Sacco, Mario Mirisola, David I. Quinn, Tanya B. Dorff, John J. Kopchick, Valter D. Longo. Prolonged Fasting Reduces IGF-1/PKA to Promote Hematopoietic-Stem-Cell-Based Regeneration and Reverse Immunosuppression. Cell Stem Cell, 2014; 14 (6): 810 DOI: 10.1016/j.stem.2014.04.014.

You May Also Like