Perubahan iklim : Rayap dan Fungi Memainkan Peran Lebih Penting Pada Dekomposisi Kayu Dibandingkan Suhu

Rayap pekerja

Bhataramedia.com – Menurut studi baru yang dirilis minggu ini, pembuatan model prediksi perubahan iklim dapat belajar dari rayap dan fungi.

Para ilmuwan telah lama percaya bahwa suhu adalah faktor dominan untuk menentukan laju dekomposisi kayu di seluruh dunia. Dekomposisi merupakan faktor penting karena kecepatan degradasi kayu sangat mempengaruhi retensi karbon di ekosistem hutan dan dapat membantu untuk mengimbangi hilangnya karbon ke atmosfer dari sumber lain. Hal inilah yang membuat laju dekomposisi merupakan faktor kunci di dalam mendeteksi potensi perubahan iklim.

Namun, para ilmuwan dari Yale, University of Central Florida dan SUNY Buffalo State menemukan bahwa jamur dan rayap yang mendegradasi kayu, kemungkinan juga memainkan peran yang lebih signifikan di dalam laju dekomposisi selain akibat faktor suhu.

Temuan ini dipublikasikan di jurnal Nature Climate Change.

Kejutan besar dari pekerjaan ini adalah membuka pengetahuan bahwa dampak dari organisme terhadap laju dekomposisi ternyata melampaui melampaui suhu pada skala spasial,” kata Joshua King, seorang ahli biologi di UCF dan rekan penulis studi ini. “Memahami ekologi serta biologi jamur dan rayap merupakan kunci untuk memahami bagaimana tingkat dekomposisi akan bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya.”

Jadi bagaimana para ilmuwan awalnya memiliki gagasan bahwa suhu sebagai faktor utama di dalam dekomposisi? Ini ada hubungannya dengan data dan matematika. Para ilmuwan paling sering membangun model yang didasarkan pada tingkat dekomposisi rata-rata dari lokasi yang berdekatan satu sama lain. Penelitian ini menunjukkan bahwa ilmuwan harus memasukkan keragaman yang ditemukan dari data yang dikumpulkan dari berbagai lokasi, untuk menciptakan model yang lebih baik dengan prediksi yang lebih akurat.

Tim peneliti mendapatkan kesimpulan tersebut setelah menjalankan percobaan selama 13 bulan. Mereka mendistribusikan 160 balok kayu pohon pinus di lima sub-wilayah hutan beriklim sedang di AS bagian timur (dari Connecticut hingga Florida utara) dan kemudian memantau proses pembusukan yang terjadi.

Mereka memilih tipe hutan yang sama (hardwood deciduous forest) untuk fokus pada perbedaan besar di dalam iklim di seluruh gradien regional. Di dalam setiap lima sub-wilayah, mereka menempatkan blok kayu di dalam berbagai jenis lokasi untuk mengevaluasi efek dari faktor lokal versus faktor regional sebagai kontrol terhadap proses dekomposisi.

“Kebanyakan orang akan mencoba untuk memastikan semuanya sestandar mungkin,” kata Mark A. Bradford, asisten profesor ekologi ekosistem darat di Yale School of Forestry & Environmental Studies (F & ES) dan penulis utama studi tersebut. “Kami berkata,melakukan sebanyak mungkin variasi, jadi kita menempatkan beberapa blok kayu di sebelah selatan yang menghadap lereng, di mana mereka akan lebih hangat di musim panas, dan blok kayu lainnya di sebelah utara yang menghadap lereng dengan suhu yang dingin. Kami juga menempatkan beberapa blok kayu di atas pegunungan dan di samping sungai yang merupakan lokasi yang lebih basah,” tambah dia.

Setelah 13 bulan, mereka mengukur berapa banyak kayu yang telah hilang akibat jamur yang tumbuh di kayu atau rayap yang memakan kayu.

Menurut analisis mereka, faktor skala lokal mencakup tiga perempat variasi di dalam dekomposisi kayu, sementara faktor iklim hanya sekitar seperempatnya saja. Hasil ini bertentangan dengan harapan bahwa iklim seharusnya menjadi kontrol dekomposisi yang dominan.

“Selama ini kami memiliki kesimpulan yang salah mengenai kontrol utama pada dekomposisi kayu karena selam ini kita tidak pernah melihat faktor keragaman biologi yang ada. Hal ini pada gilirannya akan melemahkan efektivitas prediksi iklim,” kata Bradford, seperti dilansir dari Eurekalert (5/6/2014).

Tim peneliti merekomendasikan untuk mengumpulkan lebih banyak data pada situs lokal dan meningkatkan pemahaman kita mengenai bagaimana kondisi lokal mempengaruhi organisme yang mendorong dekomposisi, karena organisme-organisme tersebut secara signifikan dapat meningkatkan efektivitas proyeksi perubahan iklim.

Referensi Jurnal :

Mark A. Bradford, Robert J. Warren II, Petr Baldrian, Thomas W. Crowther, Daniel S. Maynard, Emily E. Oldfield, William R. Wieder, Stephen A. Wood, Joshua R. King. Climate fails to predict wood decomposition at regional scales. Nature Climate Change, 2014; DOI: 10.1038/nclimate2251.

You May Also Like