Studi Taksonomi Alga Hijau (Chlorophyta) di Kepulauan Langkawi, Malaysia

Caulerpa sertularioides

Bhataramedia.com – Sektor pariwisata telah membawa perkembangan pesat bagi kepulauan Langkawi yang terletak di Malaysia. Di sisi lain, hal tersebut juga memberikan dampak terhadap ekosistem laut.

Suatu studi mengenai taksonomi Chlorophyta (alga hijau) dilakukan untuk mengidentifikasi dan mencatat keragaman Chlorophyta di beberapa pulau dan sepanjang daerah pesisir kepulauan Langkawi. Lokasi yang menjadi tempat penelitian adalah Pulau Tuba, Pulau Dayang Bunting, Pulau Beras Basah, Pulau Bumbun Besar, Pulau bumbun Kecil, Teluk Yu, Pantai Kok, Pantai Kerikil dan Tanjung Rhu. Hanya dua penelitian yang pernah dilakukan untuk mengetahui keragaman dan distribusi rumput laut di perairan kepulauan Langkawi (Phang et al., 2008).

Penelitian ini akan memberikan daftar keanekaragaman rumput laut yang ditemukan di pulau-pulau perairan Langkawi. Selain itu, penelitian ini juga dapat berguna sebagai landasan studi biomonitoring di Malaysia.

Koleksi sampel, penyimpanan spesimen dan identifikasi spesies alga hijau merupakan proses yang dilakukan di dalam penelitian ini. Koleksi sampel diambil dari berbagai habitat seperti di daerah berbatu, daerah karang, dan pantai berpasir.

Dilansir Research Sea (17/4/2014), sebanyak 19 spesies Chlorophyta telah dikumpulkan pada penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah tertinggi dari spesies Chlorophyta terdapat di Pulau Bumbun Kecil dengan total 14 spesies. Sedangkan jumlah spesies paling sedikit terdapat di Pulau Dayang bunting, Pulau Beras Basah dan Pantai Kok dengan jumlah 1 spesies di tiap-tiap daerah tersebut. Pulau Tuba dan Pulau Bumbun Kecil memiliki indeks kesamaan spesies alga hijau tertinggi sebesar 27,2%. Sementara Pulau Dayang Bunting dan Pantai Kok tidak memiliki kesamaan spesies alga hijau di antara semua lokasi penelitian.

Rumput laut adalah ganggang laut multiselular yang tumbuh di habitat pantai, rawa-rawa garam, air payau, atau terendam di laut. Rumput laut adalah organisme seperti tumbuhan yang biasanya hidup menempel pada batu atau substrat keras lainnya. Selain itu, rumput laut tidak memiliki struktur dasar dan sistem vaskular yang sama dengan tumbuhan tingkat tinggi. Struktur rumput laut terdiri dari bladder, holdfast dan thallus (Garrison, 2009).

Alga hijau merupakan komponen penting di dalam ekosistem laut. Mereka menyediakan makanan bagi hewan laut. Selain itu, alga hijau juga mendukung formasi terumbu karang. Tingginya kadar nutrisi di dalam lingkungan yang tercemar menunjukkan respon pertumbuhan yang cepat dari alga hijau. Beberapa spesies alga hijau merupakan spesies eksotis yang menjadi perhatian para pemerhati konservasi laut.

Kepulauan Langkawi mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga akan memberikan tekanan berkelanjutan pada ekosistem laut di sana. Tekanan tersebut dapat mengurangi kelangsungan hidup dan pertumbuhan rumput laut yang pada akhirnya akan menyebabkan berkurangnya persebaran spesies makroalga laut (Kayu dan Zieman, 1969).

Hasil dari penelitian ini akan bermanfaat bagi peneliti lainnya karena menyediakan informasi yang dapat digunakan sebagai referensi studi di masa depan. Selain itu, penelitian ini juga akan membantu kita untuk menilai keragaman ganggang hijau di perairan Kepulauan Langkawi.

Rumput laut dianggap sebagai komponen ekologis penting bagi ekosistem laut dan memliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Rumput laut sering dianggap sebagai tumbuhan tingkat tinggi. Sejatinya, rumput laut merupakan tumbuhan tingkat rendah yang tidak memiliki sistem vaskular seperti pada tumbuhan tingkat tinggi.

William dan Smith (2007) menyatakan bahwa produksi rumput laut mengalami peningkatan lebih dari dua kali lipat selama dua dekade terakhir. Namun, di beberapa negara berkembang rumput laut berada di bawah ancaman akibat aktivitas manusia (Shatheesh dan Wesley, 2012).

Deteksi dini terhadap ancaman yang mempengaruhi rumput laut merupakan cara pencegahan terbaik karena dapat mengurangi biaya produksi di masa depan. Pada saat yang sama, respon yang cepat sangat diperlukan ketika upaya pencegahan gagal dilakukan (Lodge et al., 2006).

You May Also Like