Uji Coba Vaksin Ebola Tampaknya Aman dan Dorong Respon Sistem Imun

vaksin ebola

Bhataramedia.com – Vaksin eksperimental untuk mencegah penyakit virus Ebola telah dapat ditoleransi dan menghasilkan respon sistem kekebalan tubuh pada 20 orang dewasa sehat yang menerimanya. Percobaan ini merupakan rangkaian dari uji Tahap 1 klinis yang dilakukan oleh para peneliti dari National Institutes of Health. Kandidat vaksin yang adalah dikembangkan oleh NIH National Institute of Allergy dan Infectious Diseases (NIAID) dan GlaxoSmithKline (GSK), diuji di Pusat Klinis NIH di Bethesda, Maryland. Hasil sementara dari percobaan ini dilaporkan secara online sebelum cetak di New England Journal of Medicine.

“Saat ini, skala wabah ebola yang belum pernah terjadi sebelumnya di Afrika Barat telah mengintensifkan upaya untuk mengembangkan vaksin yang aman dan efektif. Vaksin tersebut kemungkinan akan memainkan peran untuk mengakhiri epidemi ini  dan tidak diragukan lagi akan menjadi sangat penting di dalam mencegah wabah besar di masa depan,” kata Anthony S. Fauci, M.D., Direktur NIAID.

“Berdasarkan hasil positif dari uji coba kandidat vaksin tersebut kepada manusia, kami akan meneruskan percepatan rencana untuk percobaan yang lebih besar. Agar dapat menentukan apakah vaksin tersebut efektif untuk mencegah infeksi Ebola,” lanjut dia, seperti dilansir NIH/National Institute of Allergy and Infectious Diseases (26/11/2014).

Kandidat vaksin ebola dari NIAID dan GSK dikembangkan  secara kolaboratif oleh para ilmuwan di NIAID Vaccine Research Center (VRC) dan Okairos, perusahaan bioteknologi yang diakuisisi oleh GSK. Vaksin tersebut berisi segmen materi genetik virus Ebola dari dua spesies virus, Sudan dan Zaire. Materi genetik virus ebola dikirimkan oleh virus pembawa (adenovirus 3 atau CAD 3 yang diturunkan dari simpanse) yang menyebabkan flu biasa pada simpanse tetapi tidak menyebabkan penyakit pada manusia. Calon vaksin tidak mengandung virus ebola dan tidak dapat menyebabkan penyakit virus ebola.

Uji coba yang dilakukan melobatkan relawan berusia antara 18 hingga 50 tahun. Sepuluh relawan menerima suntikan vaksin secara  intramuskular dengan dosis yang lebih rendah dan 10 relawan menerima vaksin yang sama dengan dosis yang lebih tinggi. Pada dua minggu dan empat minggu setelah vaksinasi, para peneliti menguji darah para relawan untuk menentukan apakah antibodi antiebola telah dihasilkan. Semua 20 relawan mengembangkan antibodi tersebut di dalam waktu empat minggu setelah menerima vaksin. Tingkat antibodi tampaknya lebih tinggi pada mereka yang menerima vaksin dengan dosis yang lebih tinggi.

Para peneliti juga menganalisis darah peserta penelitian untuk mengetahui apakah vaksin dapat mendorong produksi sel-sel sistem kekebalan yang disebut sel T. Studi terbaru oleh ilmuwan VRC, Nancy J. Sullivan, Ph.D., dan koleganya menunjukkan bahwa primata bukan manusia yang diinokulasi dengan calon vaksin dari NIAID / GSK telah mengembangkan respon antibodi dan sel T. Hal ini cukup untuk melindungi hewan yang divaksin dari penyakit ketika mereka kemudian terkena virus ebola tingkat tinggi.

Vaksin ksperimental dari NIAID / GSK dapat menginduksi respon sel-T di banyak relawan, termasuk produksi sel T CD8, yang kemungkinan menjadi bagian penting dari perlindungan kekebalan terhadap virus Ebola. Empat minggu setelah vaksinasi, sel T CD8 terdeteksi di dalam dua relawan yang telah menerima vaksin dosis rendah dan di dalam tujuh dari mereka yang telah menerima vaksin dengan dosis yang lebih tinggi.

“Kami mengetahui dari penelitian sebelumnya pada primata bukan manusia bahwa sel T CD8 memainkan peran penting di dalam melindungi hewan yang telah divaksinasi dengan vaksin NIAID / GSK yang dipapar dengan virus Ebola pada jumlah yang mematikan,” kata Julie E. Ledgerwood, D.O., seorang peneliti VRC dan peneliti utama dari uji coba tersebut.

“Ukuran dan kualitas respon sel T CD8 yang kita lihat di dalam uji coba ini mirip dengan yang diamati pada primata bukan manusia yang divaksinasi dengan vaksin kandidat,” kata Julie.

Tidak ada efek samping serius yang diamati pada semua relawan, meskipun dua orang yang menerima dosis vaksin yang lebih tinggi mengalami demam sementara pada satu hari setelah vaksinasi.

You May Also Like