Metode Baru untuk Penyimpanan Energi Surya yang Lebih Murah

sel surya, lapisan film WSe2
sel surya, lapisan film WSe2
Foto dari serpihan-lapisan film tipis WSe2 yang diendapkan pada Sn:In2O3 (ITO)-coated PET plastic.(Credit: Kevin Sivula (EPFL) / Creative Commons Attribution 4.0 International License)

Bhataramedia.com – Menyimpan energi surya sebagai hidrogen adalah cara yang menjanjikan untuk mengembangkan sistem energi terbarukan yang komprehensif. Untuk mencapai hal ini, panel surya tradisional dapat digunakan untuk menghasilkan arus listrik yang memecah molekul air menjadi oksigen dan hidrogen.

Namun, biaya untuk memproduksi panel surya yang efisien membuat teknologi pemisahan air terlalu mahal untuk dikomersilkan. Ilmuwan EPFL saat ini telah mengembangkan metode konvensional sederhana untuk membuat panel surya yang efisien dan berkualitas tinggi, untuk memproduksi hidrogen matahari secara langsung dengan biaya rendah. Karya ini diterbitkan di jurnal Nature Communications.

Banyak bahan yang berbeda telah dipertimbangkan untuk digunakan dalam teknologi konversi “direct solar-to-hidrogen”. Baru-baru ini, “bahan 2-D” diidentifikasi sebagai kandidat yang menjanjikan. Secara umum bahan ini, termasuk grafena, memiliki sifat elektronik yang luar biasa. Namun, pemanenan energi surya yang efisien membutuhkan sejumlah besar panel surya. Sangat sulit dan mahal untuk membuat film tipis dari bahan 2-D pada skala tertentu dan mempertahankan kinerja yang baik.

Kevin Sivula dan rekan-rekannya di EPFL menangani masalah ini dengan metode inovatif dan murah yang menggunakan batas antara dua cairan yang tidak bercampur. Para peneliti memfokuskan pada salah satu bahan 2-D yang terbaik untuk pemisahan air energi surya, yang disebut “tungsten diselenide.” Studi terdahulu telah menunjukkan bahwa bahan ini memiliki efisiensi yang besar untuk mengubah energi matahari langsung menjadi bahan bakar hidrogen, serta sangat stabil.

Sebelum membuat film tipis dari bahan tersebut, para ilmuwan harus mencapai dispersi yang seimbang dari material ini. Untuk melakukan hal ini, mereka mencampur bubuk tungsten diselenide dengan pelarut cair menggunakan getaran sonik untuk membuatnya menjadi serpihan 2-D tipis dan kemudian ditambahkan bahan kimia khusus untuk menstabilkan campuran. Teknik yang dikembangkan oleh laboratorium Sivula ini (2014), menghasilkan dispersi yang mirip dengan tinta atau cat.

Para peneliti kemudian menggunakan suatu inovasi untuk menghasilkan film tipis yang berkualitas tinggi. Mereka menyuntikkan tinta tungsten diselenide pada batas antara dua cairan yang tidak bercampur. Dengan memanfaatkan efek minyak dan air ini, mereka menggunakan antarmuka dari dua cairan sebagai “rolling pin” yang memaksa serpihan 2-D untuk membentuk sebuah film tipis berkualitas tinggi, dengan penggumpalan yang minimal. Cairan itu kemudian dengan hati-hati dihilangkan dan film tipis dipindahkan ke plastik fleksibel, yang jauh lebih murah daripada panel surya tradisional.

Film tipis yang dihasilkan kemudian diuji dan memiliki keunggulan dalam efisiensi, dibandingkan film yang dibuat dengan bahan yang sama tetapi menggunakan metode lain yang sebanding. Efisiensi konversi energi surya menjadi hidrogen adalah sekitar 1%. Suatu kemajuan besar apabila dibandingkan dengan film tipis yang dibuat dengan metode lain, serta berpotensi besar untuk efisiensi yang lebih tinggi di masa depan.

Lebih penting lagi, metode cair-cair ini dapat ditingkatkan pada tingkat komersial. “Sangat cocok untuk di daerah pengolahan berskala besar,” kata Kevin Sivula.

“Mengingat stabilitas bahan-bahan dan kemudahan komparatif metode deposisi kami, ini merupakan kemajuan penting menuju konversi energi surya menjadi hidrogen yang ekonomis,” lanjut Kevin.

Karya ini didanai oleh Swiss Competence Centers for Energy Research (SCCER Heat and Electricity Storage) dan European Commission’s Framework Project 7 (FP7)  melalui Marie-Curie Intra-European Fellowship (COCHALPEC).

Referensi Jurnal :

Xiaoyun Yu, Mathieu S. Prévot, Néstor Guijarro, Kevin Sivula. Self-assembled 2D WSe2 thin films for photoelectrochemical hydrogen production. Nature Communications, 2015; 6: 7596 DOI: 10.1038/ncomms8596.

You May Also Like