Bhataramedia.com – Jagung, gandum dan rapeseed dapat digunakan untuk memproduksi biofuel, seperti bioetanol dan biodiesel. Menurut temuan terbaru oleh para ilmuwan lingkungan di Radboud University, lokasi lahan pertanian yang digunakan untuk menanam tanaman biofuel ini memiliki dampak besar pada emisi gas rumah kaca yang dihasilkan. Studi ini diterbitkan oleh Nature Climate Change pada tanggal 11 Mei.
Untuk meningkatkan produksi biofuel dari tanaman, seperti jagung dan gandum, daerah alami perlu digunakan untuk membuat lahan pertanian. Hasil awal dari proses ini adalah peningkatan emisi gas rumah kaca. Dengan menggunakan model skala global, Pieter Elshout dan sesama ilmuwan lingkungan di Radboud University telah menunjukkan berapa lama waktu yang dibutuhkan biofuel untuk “membayar” emisi awal yang dihasilkan dari proses penanaman tanaman penghasil biofuel. Pada skala global, waktu pengembalian rata-rata untuk gas rumah kaca adalah sembilan belas tahun.
Dari Eropa Barat hingga daerah tropis
Elshout, seorang kandidat Ph.D. di Universitas Radboud, menjelaskan: “Sembilan belas tahun terdengar seperti waktu yang lama, tetapi dalam hal pertanian, waktu ini tidak terlalu lama. Selanjutnya, angka tersebut adalah rata-rata global. Di Eropa Barat, periode tersebut jauh lebih pendek, kadang-kadang hanya mencakup beberapa tahun. Bagaimanpun juga, di daerah tropis, waktu tersebut dapat diperpanjang hingga masa seratus tahun.”
Model ini menunjukkan bahwa lokasi tanaman biofuel memiliki dampak yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca, selain jenis tanaman atau manajemen tanaman (jumlah pupuk dan irigasi yang digunakan).
Model skala global pertama
“Model kami adalah yang pertama kali menawarkan gambaran secara global, tinjauan dari emisi gas biogenik yang dihasilkan dari tanaman yang digunakan untuk memproduksi biofuel. Di dalam mengembangkan model ini, waktu untuk membayar kembali emisi yang dihasilkan membutuhkan waktu dari seluruh rantai produksi untuk bahan bakar fosil dan biofuel dengan emisi rumah kaca yang menyertainya,” lanjut Elshout, seperti dilansir Radboud University (12/05/2015).
Model global ini berlaku untuk biofuel generasi pertama, termasuk bioetanol dari jagung, gandum dan tebu, serta biodiesel dari kedelai dan rapeseed.
Hasil penelitian ini akan memberikan pandangan baru bagi perdebatan mengenai biofuel yang saat ini terjadi di Belanda. Di dalam studi tindak lanjut pada pertanian tanaman biofuel, Elshout dan rekan-rekannya berharap untuk menyelidiki waktu pengembalian emisi yang terkait dengan dampak terhadap keanekaragaman hayati.
Referensi :
P. M. F. Elshout, R. van Zelm, J. Balkovic, M. Obersteiner, E. Schmid, R. Skalsky, M. van der Velde, M. A. J. Huijbregts. Greenhouse-gas payback times for crop-based biofuels. Nature Climate Change, 2015; DOI: 10.1038/nclimate2642.