Bhataramedia.com – Jika Anda memakai lensa kontak, ada kemungkinan Anda menggunakan hidrogel setiap hari. Terdiri dari rantai polimer yang mampu menyerap air, hidrogel yang digunakan di dalam lensa kontak bersifat fleksibel dan memungkinkan oksigen untuk melewati lensa, sehingga dapat menjaga kesehatan mata.
Hidrogel dapat tersusun dari 99 persen air dan sebagai hasilnya, mirip dengan komposisi jaringan manusia. Hidrogel dapat mengambil berbagai bentuk dan fungsi melebihi lensa kontak. Dengan menyesuaikan bentuk, sifat fisik dan komposisi kimianya, serta menggabungkannya dengan sel, insinyur biomedis telah berhasil menggunakan hidrogel sebagai perancah molekul tiga dimensi yang dapat diisi dengan sel atau molekul untuk injeksi ke tubuh atau aplikasi untuk melepaskan obat-obatan atau merangsang regenerasi jaringan .
Hidrogel alginat, yang terdiri dari polisakarida yang terjadi secara alami di dalam rumput laut coklat, adalah bahan yang luar biasa. Tingkat degradasi struktur molekul internal alginat dari waktu ke waktu dapat secara tepat diatur, sehingga memungkinkan para insinyur untuk secara rasional mendesain dan mengontrol pelepasan molekul obat yang dikemas di dalam gel. Anggota Wyss Core Faculty, David Mooney, Ph.D., telah merintis pengembangan hidrogel alginat untuk aplikasi seperti pengiriman obat kimia, regenerasi jaringan, stimulasi pembentukan pembuluh darah, serta perbaikan tulang dan tulang rawan.
Namun, reagen yang sering digunakan untuk membuat hidrogel alginat tidak cukup “kemoselektif” untuk benar-benar biokompatibel. Akibatnya, sel-sel dan molekul yang dikemas di dalam hidrogel dapat menjadi rusak selama proses enkapsulasi atau melalui reaksi yang tidak diinginkan dengan reagen kimia di dalam hidrogel. Hal ini membuat desain terapi dan pengiriman obat secara klinis sangat sulit.
Saat ini, anggota Wyss Core Faculty, Neel Joshi, Ph.D., bekerjasama dengan Mooney, telah mengembangkan sebuah hidrogel alginat baru yang benar-benar biokompatibel. Hidrogel alginat baru ini dapat disintesis menggunakan ” click chemistry,” yang merupakan metodologi untuk sintesis zat yang cepat dan praktis, dengan hanya menggunakan beberapa reagen kemoselektif yang dapat diandalkan. Joshi, yang juga Associate Professor Teknik Kimia dan Biologi di SEAS, memimpin tim di Wyss Institute untuk mengembangkan biomaterial sintetik baru yang meniru bahan yang terjadi secara alamiah. Hidrogel alginat baru dari Joshi dan Mooney tersebut, dilaporkan di jurnal Biomaterials edisi 1 Mei.
Gel alginat biokompatibel tersebut dibentuk menggunakan strategi pengikatan silang kimiawi, sehingga memungkinkan para insinyur untuk menjebak sel atau molekul di dalam gel tanpa merusak mereka atau membuat mereka tidak aktif. Dengan demikian, dapat terbentuk sebuah platform praktis jangka panjang dari enkapsulasi bahan bioaktif yang stabil. Metode ini sudah cukup kuat untuk digunakan di dalam berbagai cara, hal ini menarik karena berbagai obat terapi terbuat dari molekul kimia dan protein.
“Bahan tersebut dapat disuntikan, sehingga dapat digunakan untuk memberikan sel atau obat ke tempat-tempat tertentu di dalam tubuh, seperti lokasi yang telah menderita luka atau telah diserang oleh tumor,” kata Joshi.
“Kami sudah menggunakannya untuk banyak hal yang berbeda di laboratorium karena betapa mudahnya untuk disintesis,” lanjut dia, seperti dilansir Wyss Institute for Biologically Inspired Engineering at Harvard (01/02/2015).
Jenis hidrogel lainnya jauh lebih rumit untuk dinsintesis, menurut penulis pertama studi tersebut, Rajiv Desai, yang merupakan peneliti di Institut Wyss yang sedang mengejar gelar Ph.D. dari SEAS. Sebaliknya, hidrogel alginate baru yang telah dikembangkan tersebut, dapat dibuat dengan kombinasi sederhana dan cepat melalui dua solusi sederhana (mirip dengan epoksi). Sekali gel terbentuk, reaksi click chemistry akan ireversibel, sehingga menghasilkan hidrogel kemoselektif yang dapat digunakan sebagai perancah terapeutik.
Selanjutnya, hidrogel alginate bau ini mudah disesuaikan dan dimodifikasi. “Salah satu dari banyak hal yang orang ingin lakukan dengan hidrogel adalah memodifikasinya untuk tujuan yang berbeda,” kata Desai.
“Dengan metode baru kami, jika Anda ingin menambahkan pewarna fluorescent, peptida, atau protein di dalamnya, Anda dapat melakukannya di dalam satu menit. Tingkat yang benar-benar belum pernah terjadi sebelumnya,” tutur Desai.
Di Wyss Institute, hidrogel baru tersebut sudah digunakan untuk membungkus sel di dalam kultur dan untuk melakukan eksperimen di dalam lingkungan yang menyerupai jaringan. “Ini bahan yang luar biasa untuk mempelajari bagaimana sel merasakan lingkungan mekanik di sekitarnya,” kata Desai.
“Hidrogel Alginat menunjukkan potensi untuk rekayasa jaringan dan aplikasi pengiriman obat, karena dapat dirancang untuk larut di dalam tubuh sambil melepaskan obat, agen pertumbuhan atau sel-sel hidup yang dapat mempercepat penyembuhan dan regenerasi. Selain itu, bahan ini tidak membahayakan,” kata Direktur Pendiri Wyss Institute, Donald Ingber, M.D , Ph.D, yang juga Profesor Vascular Biology di Harvard Medical School dan Boston Children’s Hospital, serta Profesor Bioengineering di SEAS.
“Selain itu, hidrogel alginat baru yang telah dikembangkan Neel dan Dave dapat mempercepat eksplorasi dan studi di laboratorium, dengan menyediakan platform yang lebih handal dan mudah disintesis untuk kultur dan eksperimen sel,” pungkas Donald.
Referensi :
Rajiv M. Desai, Sandeep T. Koshy, Scott A. Hilderbrand, David J. Mooney, Neel S. Joshi. Versatile click alginate hydrogels crosslinked via tetrazine–norbornene chemistry. Biomaterials, 2015; 50: 30 DOI: 10.1016/j.biomaterials.2015.01.048.