Bhataramedia.com – Adam C. Levine, M.D., seorang dokter pengobatan darurat di Rumah Sakit Rhode Island dan Rumah Sakit Miriam yang merawat pasien Ebola terinfeksi di Liberia tahun lalu, menggunakan pengalaman lapangannya untuk menciptakan alat yang menentukan kemungkinan bahwa pasien dengan gejala Ebola akan benar-benar membawa virus. Penelitiannya diterbitkan di Annals of Emergency Medicine.
Wabah virus ebola telah mempengaruhi 24.000 orang selama epidemi yang terjadi saat ini, serta tercatat sebagai wabah ebola terbesar di dalam sejarah. Lebih dari 10.000 orang tewas di Afrika Barat, terutama di Sierra Leone, Liberia dan Guinea.
Oleh karena gejala-gejala awal penyakit ebola tidak spesifik, kebutuhan diagnosis untuk penyakit ini menjadi tantangan yang signifikan. Ini adalah pertama kalinya para peneliti secara ilmiah menciptakan model prediksi klinis, Ebola Prediction Score, untuk pasien yang diduga terjangkit virus ebola, sembari menunggu konfirmasi laboratorium.
“Ada jeda waktu antara kasus yang dicurigai dan yang terkonfirmasi,” kata Levine, yang mengajukan diri di Liberia melalui organisasi kemanusiaan, International Medical Corps, serta membantu didirikannya Ebola Treatment Unit (ETU) di Bong County. ” Ebola Prediction Score akan membantu dokter untuk mengelompokkan pasien berisiko yang sudah memenuhi satu atau lebih definisi tersangka ebola.”
Prediktor yang khas untuk penyakit ebola termasuk demam, mual / muntah, diare, kelelahan, sakit perut, kehilangan nafsu makan, nyeri otot, nyeri sendi, sakit kepala, kesulitan bernapas, kesulitan menelan, cegukan, perdarahan yang tidak dapat dijelaskan dan paparan terhadap orang yang diduga atau dikonfirmasi pasien ebola di dalam waktu 21 hari. Pada alat Ebola Prediction Score milik Levine, enam gejala tersebut dijadikan sebagai model; kontak terhadap orang yang terjangkit, diare, kehilangan nafsu makan, nyeri otot, kesulitan menelan dan tidak adanya nyeri perut. Sebuah sistem penilaian berdasarkan tanda-tanda ini dapat membantu dokter menentukan siapa yang paling mungkin untuk memerlukan isolasi, sementara tes laboratorium mengkonfirmasi diagnosis.
Data pasien dikumpulkan selama perawatan klinis rutin di 52 tempat tidur Bong County ETU di Liberia selama 16 minggu pertama operasi. Hasil pengujian penyakit ebola tersedia untuk 382 dari 395 pasien yang dirawat ETU selama periode penelitian. Empat puluh dua persen, atau 160 pasien, dinyatakan positif menderita ebola.
Menurut Levine, sementara Ebola Prediction Score dapat membantu menentukan siapa yang lebih cenderung memiliki penyakit ebola dan memperlakukan mereka secara sesuai, pengujian yang lebih baik perlu difokuskan. “Mengingat keterbatasan model prediksi klinis, tes yang cepat dan pasti dapat mengelompokkan pasien yang terjangkit dan tidak terjangkit, serta harus menjadi prioritas penelitian,” katanya, seperti dilansir Lifespan (03/04/2015).