Bhataramedia.com – Selama hampir setengah abad, para ilmuwan telah mencoba untuk menggantikan katalis logam mulia di dalam sel bahan bakar. Saat ini, untuk pertama kalinya, para peneliti di Case Western Reserve University telah menunjukkan bahwa katalis bebas logam yang murah dapat memiliki kinerja yang sama seperti katalis logam yang mahal, di dalam hal mempercepat reaksi reduksi oksigen di dalam sel bahan bakar yang bersifat asam.
Katalis berbasis karbon juga lebih sedikit terkorosi dibandingkan katalis berbasis bahan logam dan telah terbukti lebih tahan lama.
Temuan ini merupakan langkah besar menuju pembuatan katalis murah yang tersedia secara komersial, yang pada gilirannya dapat mengurangi biaya untuk menghasilkan energi bersih dari sel bahan bakar PEM. Sel bahan bakar ini merupakan sel yang sedang banyak diuji dan digunakan di dalam mobil dan pembangkit listrik stasioner. Penelitian baru ini dipublikasikan secara online di interface jurnal Science Advances.
“Temuan ini dipastikan merupakan terobosan yang besar di bidangnya,” kata Liming Dai, Profesor ilmu makromolekul dan teknik di Case Western Reserve dan penulis senior penelitian. “Teknologi ini adalah terobosan besar untuk komersialisasi,” lanjut Dai.
Dai bekerja dengan pemimpin penelitian Jianglan Shui, yang merupakan seorang peneliti postdoctoral CWRU dan profesor ilmu material dan teknik di Beihang University, Beijing; Mahasiswa Ph.D. Min Wang, yang melakukan beberapa pengujian; dan peneliti postdoctoral Fen Du, yang membuat bahan tersebut. Upaya ini dibangun berdasarkan pekerjaan Dai sebelumnya yang mengembangkan katalis berbasis karbon yang secara signifikan mengungguli platinum di dalam sel bahan bakar alkalin.
Kelompok ini mengejar katalis non-logam untuk bekerja di kondisi asam, karena pembawa standar di antara sel bahan bakar, sel PEM, menggunakan elektrolit asam. PEM merupakan singkatan dari proton exchange membrane dan polymer electrolyte membrane.
Dilansir Case Western Reserve University (27/02/2015), kunci dari katalis baru ini adalah struktur berpori yang dirancang secara rasional, kata Dai. Para peneliti mencampur lembar graphene yang telah didoping dengan nitrogen (ketebalan satu atom), dengan nanotube karbon dan partikel karbon hitam di dalam larutan. Peneliti kemudian membekukan campuran ini ke dalam lembaran komposit dan mengeraskannya.
Graphene menyediakan luas permukaan yang sangat besar untuk mempercepat reaksi kimia, nanotube meningkatkan konduktivitas dan karbon hitam memisahkan lembaran graphene agar elektrolit dan oksigen mengalir bebas. Hal ini sangat meningkatkan kinerja dan efisiensi. Para peneliti menemukan bahwa keuntungan ini hilang ketika mereka membiarkan lembar komposit untuk tersusun sendiri di dalam tumpukan ketat dengan sedikit ruang di antara lapisan.
Sel bahan bakar mengubah energi kimia menjadi energi listrik dengan menghilangkan elektron dari bahan bakar, seperti hidrogen, pada anoda sel atau elektroda positif. Proses ini menciptakan arus.
Ion hidrogen yang dihasilkan dibawa oleh elektrolit melalui membran ke katoda, atau elektroda negatif, dimana reaksi reduksi oksigen terjadi. Molekul-molekul oksigen kemudian dipisah dan direduksi melalui penambahan elektron dan menggabungkannya dengan ion hidrogen untuk membentuk air dan panas (satu-satunya produk sampingan).
Pengujian menunjukkan katalis berpori memiliki kinerja lebih baik dan lebih tahan lama dibandingkan katalis berbasis besi yang paling mutakhir. Laboratorium tempat dai dan timnya bekerja terus menyempurnakan bahan dan struktur yang digunakan, serta menyelidiki penggunaan katalis non-logam di bidang energi bersih yang lebih luas.