Bhataramedia.com – Penelitian ilmiah baru telah menegaskan mengenai penyembuh alternatif dariAsia yang telah dikenal selama berabad-abad, kurkumin. Kurkumin merupakan bahan utama di dalam bumbu kunyit dan digunakan di dalam masakan kari tradisional. Senyawa ini memiliki sifat antiinflamasi kuat yang dapat meningkatkan kesehatan di dalam berbagai cara.
Penelitian terbaru oleh para ilmuwan dari Ohio State University menemukan bahwa efek biologis kurkumin bermanfaat bagi seluruh tubuh dan dapat berguna untuk terapi dan sebagai suplemen harian untuk memerangi penyakit.
“Ada alasan mengapa senyawa ini telah digunakan selama ratusan tahun di dalam dunia kedokteran Timur. Studi ini menunjukkan bahwa kami telah mengidentifikasi cara yang lebih baik dan lebih efektif untuk pemberian kurkumin dan penggunaanya terhadap penyakit, sehingga kita dapat mengambil keuntungan dari kekuatan antiinflamasi yang dimiliki kurkumin,” kata pemimpin peneliti, Nicholas Young, seorang peneliti postdoctoral di bidang reumatologi dan imunologi di Ohio State.
Penelitian tersebut dipublikasikan di Public Library of Science journal PLOS ONE.
Di dalam penelitian baru tersebut para peneliti mencampur bubuk kurkumin dengan minyak jarak dan polietilen glikol untuk menghasilkan cairan seperti saus salad yang mudah diserap oleh usus untuk memasuki aliran darah dan jaringan.
Memberi makan tikus dengan obat berbasis kurkumin tersebut dapat menghentikan reaksi inflamasi akut yang dikaitkan dengan masalah kesehatan seperti penyakit jantung dan obesitas.
“Kami membayangkan bahwa obat tersebut satu hari dapat digunakan baik sebagai suplemen sehari-hari untuk membantu mencegah penyakit tertentu dan sebagai obat terapi untuk membantu memerangi peradangan buruk yang terjadi pada kebanyakan penyakit,” kata Young, seperti dilansir Ohio State University (06/11/2014).
“Perbedaannya adalah di dalam jumlah yang diberikan, dosis rendah untuk pencegahan harian dan dosis yang lebih tinggi untuk menekan penyakit,” lanjut young.
Penelitian tersebut sebagian didanai oleh National Institutes of Health.