Bhataramedia.com – Bahan bakar fosil telah mendorong revolusi industri dan kemajuan teknologi. Namun, masa depan kita tidak dapat didasarkan pada bahan bakar ini, karena merupakan sumber daya yang terbatas dan kita sudah hampir menghabiskannya.
Tenaga surya dan angin sering dilihat sebagai lokomotif utama dari revolusi energi. Namun, menjadi semakin jelas bahwa panel surya dan turbin angin sendiri tidak dapat memberikan semua energi yang kita butuhkan, terutama mengingat bahwa konsumsi energi di seluruh dunia terus berkembang. Oleh karena siklus siang-malam dan pola cuaca musiman, tenaga surya dan angin memiliki waktu selang. Selain itu, pembangkit listrik skala besar akan membutuhkan lahan yang sangat luas.
Dilansir OIST (03/03/2016), arus laut merupakan sumber lain dari energi, sebanding dengan bahan bakar fosil dalam hal konsistensi dan kehandalan, dan pada saat yang sama, bersih dan terbarukan.
Di jurnal Renewable Energy, Quantum Wave Microscopy Unit di Okinawa Institute of Science and Technology Graduate University (OIST) telah mengusulkan desain turbin laut terendam untuk memanen energi dari Kuroshio Current, yang mengalir di sepanjang pantai Jepang. Desain ini sangat cocok untuk daerah yang sering dihantam oleh badai dan topan, seperti Jepang, Taiwan dan Filipina. Turbin ini beroperasi di lapisan tengah arus, 100 m di bawah permukaan, dimana air mengalir dengan tenang dan terus-menerus, bahkan selama badai yang kuat.
“Desain kami sederhana, dapat diandalkan dan hemat energi,” kata Dr. Katsutoshi Shirasawa, seorang staf ilmuwan di Quantum Wave Microscopy Unit. Turbin tersebut terdiri dari pelampung, penyeimbang, sebuah nacelle (blok mesin) sebagai tempat komponen pembangkit listrik dan tiga mata pisau. Meminimalkan jumlah komponen, penting untuk perawatan yang mudah, biaya rendah dan tingkat kegagalan yang rendah.
Desain milik OIST adalah hibrida dari layang-layang dan turbin angin. Turbin laut baru ini ditambatkan ke dasar laut dengan tali dan mengapung di arus saat air memutar tiga mata pisaunya. Pada dasaranya, arus laut agak lambat, rata-rata 1-1,5 m / s. Namun, air 800 kali lebih padat dari udara dan bahkan arus yang lambat mengandung energi sebanding dengan angin yang kuat. Selain itu, arus tidak berhenti atau berubah arah.
Tim OIST, yang dipimpin oleh Prof. Tsumoru Shintake, kepala Quantum Wave Microscopy Unit, membangun prototipe turbin dan telah melakukan berbagai eksperimen untuk menguji desain dan konfigurasi. Hasil eksperimen menegaskan kekokohan dan stabilitas konstruksi turbin. Efisiensi yang dicapai adalah sebanding dengan turbin angin komersial.
Desain ini dapat dengan mudah ditingkatkan atau diturunkan skalanya, tergantung pada kondisi dan kebutuhan lokal. Dr. Shirasawa dan rekan-rekannya bercita-cita untuk membangun sebuah ladang energi yang memiliki 300 turbin dengan diameter 80 m. Output yang diharapkan adalah sekitar 1 GW, setara dengan satu reaktor nuklir, dan mampu memberikan energi pada lebih dari 400.000 rumah. Proyek ini akan menjadi langkah penting menuju pengembangan energi hijau.
Referensi Jurnal :
Katsutoshi Shirasawa, Kohei Tokunaga, Hidetsugu Iwashita, Tsumoru Shintake. Experimental verification of a floating ocean-current turbine with a single rotor for use in Kuroshio currents. Renewable Energy, 2016; 91: 189 DOI: 10.1016/j.renene.2016.01.035.