Mengapa Kebiasaan Buruk Sulit Dihentikan ?

sel saraf, otak
sel saraf, otak
Gambar perbesaran striatum otak tikus mengungkapkan neuron (sel saraf) yang terlibat dalam sirkuit otak yang mengatur kebiasaan. Bertentangan dengan lampu lalu lintas, neuron dalam jalur “terus” dari striatum berwarna merah, dan neuron “berhenti” tampak hijau.(Credit: Kristen Ade, Duke University)

Bhataramedia.com – Saat ini, Anda mungkin akan menemukan bahwa menghilangkan kebiasaan buruk sebagai resolusi tahun baru ternyata lebih sulit dari yang Anda pikirkan.

Penelitian baru oleh para ilmuwan dari Duke University menunjukkan bahwa kebiasaan meninggalkan “tanda abadi” pada sirkuit tertentu di otak.

Dipublikasikan secara online tanggal 21 Januari di jurnal Neuron, penelitian ini memperdalam pemahaman para ilmuwan tentang bagaimana kebiasaan seperti konsumsi gula dan “kejahatan” lainnya terwujud dalam otak dan menyarankan strategi baru untuk menghilangkannya.

“Suatu hari, kita mungkin dapat menargetkan sirkuit ini pada orang untuk membantu mendorong kebiasaan yang diinginkan dan menendang keluar kebiasaan yang tidak kita inginkan,” kata peneliti senior studi tersebut, Nicole Calakos, MD, Ph.D., associate professor neurologi dan neurobiologi di Duke University Medical Center.

Calakos, seorang ahli pada adaptabilitas otak, bekerja sama dengan Henry Yin, seorang ahli pada model binatang mengenai perilaku dan kebiasaan, dari departemen psikologi dan ilmu saraf Uniersitas Duke. Kedua ilmuwan juga merupakan anggota dari Duke Institute for Brain Sciences.

Mereka melatih tikus sehat untuk membentuk kebiasaan konsumsi gula dari berbagai tingkat keparahan. Peneliti membuat tikus menekan tuas untuk menerima permen kecil. Hewan-hewan yang menjadi ketagihan, terus menekan tuas bahkan setelah permen dihilangkan.

Para peneliti kemudian membandingkan otak tikus yang telah membentuk kebiasaan tersebut dengan tikus yang tidak. Secara khusus, tim mempelajari aktivitas listrik di ganglia basal, jaringan kompleks area otak yang mengontrol tindakan motorik dan perilaku kompulsif, termasuk kecanduan obat.

Di ganglia basal, dua jenis jalur utama membawa pesan yang berlawanan: Satu membawa sinyal untuk ‘terus’, yang lain sinal untuk ‘berhenti’.

Percobaan oleh mahasiswa pascasarjana neurobiologi di Universitas Duke, Justin O’Hare, menemukan bahwa jalur ‘berhenti’ dan ‘terus’ lebih aktif pada tikus yang memiliki kebiasaan konsumsi gula. O’Hare mengatakan ia tidak mengharapkan untuk melihat sinyal ‘berhenti’ sama aktifnya dengan sinyal ‘terus’, karena secara tradisional dipandang sebagai faktor yang membantu mencegah kebiasaan.

Tim juga menemukan perubahan pada waktu aktivasi kedua jalur. Pada tikus yang telah membentuk kebiasaan, jalur ‘terus’ diaktifkan sebelum jalur ‘berhenti’. Pada otak yang tidak memiliki kebiasaan, sinyal ‘berhenti’ mendahului sinyal ‘terus’.

Perubahan-perubahan pada sirkuit otak sangat tahan lama dan jelas bahwa mungkin bagi peneliti untuk memprediksi tikus telah membentuk kebiasaan hanya dengan melihat potongan terisolasi dari otak tikus di cawan petri.

Para ilmuwan sebelumnya telah mencatat bahwa menentang jalur ganglia basal tampaknya merupakan suatu perlombaan, meskipun belum ada yang menunjukkan bahwa kebiasaan memberikan jalur ‘terus’ memiliki start lebih awal. O’Hare mengatakan itu sinyal ‘terus’ dan ‘berhenti’ belum dipelajari di otak yang sama pada waktu yang sama. Tetapi strategi pelabelan baru yang digunakan oleh para ilmuwan Duke memungkinkan peneliti untuk mengukur aktivitas pada puluhan neuron di kedua jalur secara bersamaan, pada hewan yang sama.

“Start awal jalur ‘terus’ masuk akal. Ini dapat mendorong hewan menjadi lebih mungkin untuk terlibat pada kebiasaan. Para peneliti sedang menguji ide ini, serta menyelidiki bagaimana penyusunan ulang aktivitas terjadi pertama kali,” kata Calakos, seperti dilansir Duke University (21/01/2016).

Menariknya, kelompok peneliti mengamati bahwa perubahan aktivitas ‘terus’ dan ‘berhenti’ terjadi di seluruh wilayah ganglia basal yang mereka amati pada hewan percobaan. O’Hare mengatakan hal ini mungkin berhubungan dengan pengamatan bahwa kecanduan satu hal dapat membuat seseorang lebih mungkin untuk terlibat pada kebiasaan tidak sehat atau kecanduan lainny.

Untuk melihat apakah mereka dapat mematahkan kebiasaan, para peneliti mendorong tikus untuk mengubah kebiasaan mereka dengan memberi permen kepada mereka hanya jika mereka berhenti menekan tuas. Tikus yang paling sukses berhenti memiliki sel ‘terus’ yang lemah. Tetapi, bagaimana hal ini mungkin diterjemahkan ke dalam bantuan bagi manusia dengan kebiasaan buruk masih belum jelas. Karena ganglia basal terlibat dalam fungsi yang luas, mungkin sulit untuk ditargetkan dengan obat-obatan.

Calakos mengatakan bahwa beberapa peneliti mulai menjajaki kemungkinan mengobati kecanduan narkoba menggunakan stimulasi magnetik transkranial atau SMT, teknik non-invasif yang menggunakan pulsa magnetik untuk merangsang otak. “SMT adalah teknik untuk mengakses sirkuit ini pada penyakit yang lebih berat,” katanya, khususnya menargetkan korteks, daerah otak yang berfungsi sebagai input utama pada ganglia basal.

Untuk kebiasaan buruk yang biasa, strategi perilaku sederhana yang banyak kita coba juga dapat memanfaatkan mekanisme yang sama,” tambah Calakos. “Ini mungkin hanya soal mencari tahu mana dari mereka yang paling efektif.”

Sementara itu, Calakos dan timnya sedang mempelajari apa yang membedakan kebiasaan biasa dengan orang-orang bermasalah, yang dapat dilihat pada kondisi seperti gangguan obsesif-kompulsif.

Referensi Jurnal :

Justin K. O’Hare, Kristen K. Ade, Tatyana Sukharnikova, Stephen D. Van Hooser, Mark L. Palmeri, Henry H. Yin, Nicole Calakos. Pathway-Specific Striatal Substrates for Habitual Behavior. Neuron, 2016; DOI: 10.1016/j.neuron.2015.12.032.

You May Also Like