Bhataramedia.com – Meskipun Madagaskar hanya memiliki luas kurang dari 0,5 persen dari luas permukaan daratan bumi, namun Madagaskar merupakan rumah bagi banyak spesies hewan. Banyak para peneliti yang mencoba untuk membuka misteri di balik keanekaragaman hayati yang unik di wilayah ini.
Menurut studi baru dari Duke University, lebih dari 700 spesies reptil dan amfibi hidup di pulau yang ada di Afrika tersebut. Namun, tidak ada satu pun model yang dapat secara tepat menjelaskan bagaimana keanekaragaman hayati tersebut terbentuk.
Melalui analisis distribusi geografis dari kadal, ular, katak dan kura-kura di Madagaskar, suatu tim peneliti internasional telah menemukan bahwa masing-masing kelompok memiliki respon yang berbeda terhadap fluktuasi lingkungan di pulau tersebut dari waktu ke waktu. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan iklim akan memiliki pengaruh berbeda pada spesies yang berbeda.
“Ini berarti bahwa tidak akan ada penurunan spesies yang seragam, beberapa spesies akan beradaptasi lebih baik dan spesies lainnya akan melakukannya dengan lebih buruk,” kata Jason Brown, rekan penulis studi dari City College of New York.
Jadi bagaimana sebenarnya keanekaragaman hayati di Madagaskar terbentuk? Madagaskar adalah tuan rumah bagi tokek berwarna hijau neon yang dapat tumbuh hingga panjang beberapa meter, katak pohon berukuran kecil yang memiliki aneka warna dari biru dan oranye hingga kuning dan hijau, serta setengah dari bunglon yang ada di dunia. Studi sebelumnya telah menyarankan bahwa lereng curam yang ada di Madagaskar dapat menjelaskan bagaimana pulau ini memiliki begitu banyak hewan, sekitar 90 persen dari yang ditemukan tidak dapat ditemukan di tempat lain.
Studi baru ini merupakan yang pertama kali menggabungkan berbagai faktor di dalam satu model untuk menemukan jawabannya. Brown, bersama dengan biologis dari Duke University, Anne Yoder, dan rekan-rekan-rekannya yang lain, mengembangkan suatu model yang menggabungkan distribusi modern 325 spesies amfibi dan 420 spesies reptil yang hidup di Madagaskar hari ini dengan perkiraan sejarah dan topografi, curah hujan dan variabel lainnya di seluruh pulau. Mereka memperhitungkan jumlah spesies, proporsi spesies unik dan kesamaan spesies.
“Tidak mengherankan jika kami menemukan bahwa kelompok spesies yang berbeda telah terdiversifikasi untuk alasan yang berbeda,” kata Yoder, seperti dilansir Duke University (10/10/2014).
Misalnya, perubahan elevasi gunung dan sungai dapat memprediksi bagian mana dari pulau Madagaskar yang memiliki spesies katak pohon lebih unik, sedangkan stabilitas iklim mempridiksi daerah mana yang memiliki bunglon daun lebih unik.
“Apa yang mengatur distribusi kelompok katak tertentu tidak sama dengan apa yang mengatur distribusi kelompok ular tertentu,” Brown menjelaskan. “Tidak ada satu pemodelan yang cocok untuk semua spesies yang ada di Madagaskar,” lanjut dia.
Memahami bagaimana distribusi spesies merespons fluktuasi lingkungan di masa lalu dapat membantu para ilmuwan memprediksi kelompok yang paling rentan terhadap pemanasan global dan penggundulan hutan di masa depan, atau faktor-faktor mana yang menimbulkan ancaman terbesar.
Penemuan ini dipublikasikan di jurnal Nature Communications.