Bhataramedia.com – Bakteri adalah makhluk yang cukup cerdik. Kita ambil contoh, organisme seperti Salmonella, yang dapat dibunuh oleh antibiotik pada tes laboratorium, dapat menjadi sangat resisten di dalam tubuh.
Hal tersebut adalah contoh dari apa yang ahli biologi UC Santa Barbara, Michael Mahan, sebut sebagai strategi Trojan horse. Diidentifikasi melalui penelitian baru yang dilakukan oleh Mahan dan rekan-rekannya, strategi Trojan horse mungkin menjelaskan mengapa antibiotik tidak efektif pada beberapa pasien meskipun tes laboratorium memprediksi sebaliknya. Temuan penelitian ini muncul di jurnal EBioMedicine.
“Kita bukan cawan petri dan kita perlu untuk meninjau kembali cara antibiotik dikembangkan, diuji dan ditentukan,” kata Mahan, seorang profesor UCSB’s Department of Molecular, Cellular, and Developmental Biology. Metode yang digunakan saat ini untuk ketahanan pengujian terhadap antibiotik tidak mencerminkan lingkungan yang sebenarnya dan bervariasi di dalam tubuh, di mana bakteri berjuang untuk bertahan hidup. Mahan mencatat bahwa perbedaan ini dapat membuat uji kerentanan antibiotik tidak akurat.
“Resep dari antibiotik yang salah kemungkinan tidak hanya gagal untuk membersihkan infeksi tetapi dapat menciptakan badai yang sempurna bagi munculnya ‘superbug’ pada pasien yang terinfeksi,” tambahnya, seperti dilansir University of California – Santa Barbara (20/08/2015).
“Bahkan di rumah sakit yang paling canggih, dosis obat yang tinggi diberikan kepada pasien yang terinfeksi tanpa mengetahui bahwa lingkungan tubuh dapat membuat bakteri resisten terhadap antibiotik yang diresepkan untuk mengendalikannya.”
Penelitian yang dilakukan Mahan menunjukkan dua hal penting; Bakteri menjadi resisten hanya terhadap antibiotik tertentu dan mereka menyebarkan mekanisme pertahanan ini hanya di daerah tertentu dari tubuh. Ini berarti bahwa ketika seorang pasien gagal untuk merespon antibiotik tertentu yang terbukti efektif pada tes laboratorium, pilihan terapi yang berpotensi lebih efektif adalah dengan meresepkan obat lain, daripada meningkatkan dosis atau durasi pengobatan.
Mahan dan rekan-rekannya pada awalnya bekerja dengan Salmonella, bakteri yang menyebabkan keracunan makanan dan darah. Salmonella berada dalam sel darah putih, sel dari sistem kekebalan tubuh yang terlibat dalam melindungi tubuh terhadap penyakit menular. Ketika para peneliti menirukan lingkungan intraseluler ini di laboratorium, bakteri menjadi sangat tahan terhadap antibiotik tertentu.
Berikutnya, para peneliti menguji Yersinia, bakteri yang juga menyebabkan keracunan makanan dan darah tapi tinggal di luar sel inang di dalam usus. Ketika peneliti menirukan lingkungan ekstraselular usus, bakteri ini juga menjadi sangat tahan terhadap antibiotik tertentu. Kedua contoh menunjukkan bahwa proses resistensi dapat digunakan bersama oleh berbagai jenis bakteri.
“Penelitian kami menunjukkan kebutuhan akan model hewan untuk dimasukkan awal selama proses pengembangan antibiotik dan kepekaan pengujian obat laboratorium untuk menggabungkan media yang meniru lingkungan biokimia tertentu yang memicu resistensi dalam tubuh,” jelas Mahan. “Jika komponen tambahan ini ditambahkan, kita akan mendapatkan refleksi yang lebih akurat tentang apa yang terjadi ketika seorang pasien diobati dengan obat tertentu.
“Potensi yang menarik dari penelitian ini adalah bahwa obat ajaib berikutnya untuk mengobati super-MDR kemungkinan sudah ada di perusahaan farmasi, yang menyimpan jutaan senyawa kimia,” tambah Mahan. “Beberapa dari senyawa ini mungkin telah dikecualikan sebagai antibiotik karena mereka tidak membunuh superbug dengan efisien di cawan petri, tetapi mereka kemungkinan dapat bekerja dengan baik untuk mengobati pasien dengan infeksi multidrug resisten.”
Referensi Jurnal :
Jessica Z. Kubicek-Sutherland, Douglas M. Heithoff, Selvi C. Ersoy, William R. Shimp, John K. House, Jamey D. Marth, Jeffrey W. Smith, Michael J. Mahan. Host-dependent Induction of Transient Antibiotic Resistance: A Prelude to Treatment Failure. EBioMedicine, 2015; DOI: 10.1016/j.ebiom.2015.08.012.