Olahraga Saja Tidak Cukup untuk Turunkan Berat Badan

berat badan
diet rendah kalori
Ilustrasi.

Bhataramedia.com – Aktivitas fisik memiliki banyak manfaat kesehatan, mulai dari mengurangi risiko penyakit jantung, diabetes dan kanker, hingga meningkatkan kesehatan mental dan suasana hati

Namun, bertentangan dengan kepercayaan umum, menurut para ilmuwan kesehatan masyarakat Richard S. Cooper, M.D. dan Amy Luke, Ph.D. dari Loyola University Chicago Stritch School of Medicine, olahraga tidak membantu Anda menurunkan berat badan,.

“Aktivitas fisik sangat penting untuk meningkatkan tingkat kesehatan dan kebugaran secara keseluruhan, tetapi ada bukti terbatas yang menunjukkan bahwa hal itu dapat menumpulkan lonjakan obesitas,” tulis Dr. Luke dan Cooper dalam International Journal of Epidemiology.

Dr. Cooper dan Luke  telah mempelajari hubungan antara aktivitas fisik dan obesitas selama bertahun-tahun. Ketika mereka mulai penelitian mereka, mereka menganggap bahwa aktivitas fisik akan terbukti merupakan faktor kunci untuk menurunkan berat badan. Namun, bukti yang dominan telah menunjukkan bahwa asumsi ini ternyata salah.

Jika Anda meningkatkan aktivitas Anda, nafsu makan meningkat dan Anda mengimbanginya dengan makan lebih banyak makanan. Jadi dengan atau tanpa meningkatkan aktivitas fisik, kontrol kalori tetap kunci untuk menurunkan atau mempertahankan berat badan.

Dr. Cooper dan Luke  mengatakan bahwa hanya ada satu cara yang tepat dan efektif untuk menurunkan berat badan, yaitu makan lebih sedikit kalori.

Dr. Cooper adalah seorang profesor dan kepala di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dari Universitas Loyola Chicago Stritch School of Medicine. Sedangkan Dr. Luke adalah seorang profesor dan wakil ketuanya.

Industri makanan dan minuman telah mencoba untuk mengalihkan perhatian dari konsumsi kalori dengan mempromosikan teori bahwa kurangnya latihan fisik merupakan penyebab utama obesitas. Sebagai contoh, New York Times baru-baru ini melaporkan bahwa Coca-Cola, produsen terbesar di dunia dari minuman manis, mendukungan solusi baru ‘berbasis ilmu pengetahuan’ untuk krisis obesitas: Untuk menjaga berat badan yang sehat, lakukan lebih banyak olahraga dan jangan khawatir mengenai pengurangan kalori.”

Pada International Journal of Epidemiology, Dr. Luke dan Cooper telah merinci bukti bahwa aktivitas fisik bukan merupakan faktor kunci untuk menurunkan berat badan. Berikut adalah beberapa contohnya :

  1. Sering dianggap bahwa tingkat obesitas yang rendah di Afrika, India dan Cina adalah karena merupakan bagian dari rutinitas pekerjaan sehari-hari yang berat. Namun, bukti yang ada tidak mendukung gagasan ini. Misalnya, orang Afrika Amerika cenderung lebih berat dari orang Nigeria. Tetapi studi oleh Dr. Luke dan rekan menemukan bahwa ketika dikoreksi untuk ukuran tubuh, orang Nigeria tidak membakar lebih banyak kalori melalui aktivitas fisik daripada orang Afrika Amerika.
  2. Banyak uji klinis telah menemukan bahwa aktivitas fisik ditambah pembatasan kalori mencapai hampir penurunan berat badan yang sama seperti dengan pembatasan kalori saja.
  3. Studi observasional menunjukkan tidak ada hubungan antara pengeluaran energi dan perubahan berat badan yang terjadi berikutnya.
  4. Proporsi yang sangat kecil dari populasi di Amerika Serikat, terlibat dalam tingkat pengeluaran energi pada tingkat yang cukup tinggi untuk mempengaruhi keseimbangan energi jangka panjang.

Dr. Cooper dan Luke mengatakan bahwa ejak penelitian mereka diterbitkan pada tahun 2013, bukti-bukti telah menunjukkan bahwa aktivitas fisik tidak mempengaruhi risiko obesitas.

“Sementara aktivitas fisik memiliki banyak manfaat, beberapa baris bukti mengarah pada kesimpulan bahwa peningkatan aktivitas fisik diimbangi dengan peningkatan asupan kalori, kecuali ada usaha yang dilakukan untuk membatasi respon kompensasi tersebut,” kata mereka, seperti dilansir Loyola University Health System (17/08/2015).

Referensi Jurnal :

A. Luke, R. S. Cooper. Physical activity does not influence obesity risk: time to clarify the public health message. International Journal of Epidemiology, 2014; 42 (6): 1831 DOI: 10.1093/ije/dyt159.

You May Also Like