Bhataramedia.com – Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa makan kentang goreng yang enak dapat menyebabkan Anda untuk makan seluruh porsi dan membuat Anda menginginkan lebih? Menurut studi baru yang dilakukan pada tikus, kegemaran akan makanan tinggi lemak secara harfiah mengubah populasi bakteri yang berada di dalam usus dan juga mengubah sinyal ke otak. Hasilnya? Otak tidak lagi merasakan sinyal untuk merasa kenyang, sehingga dapat menyebabkan makan berlebihan, penyebab utama obesitas.
Temuan dari studi ini dilakukan oleh para peneliti di University of Georgia, Washington State University dan Binghamton University, serta akan dipresentasikan minggu ini di Pertemuan Tahunan Society for the Study of Ingestive Behavior. Komunitas penelitian ini mempelajari semua aspek mengenai perilaku makan dan minum.
“Ketika kita memberikan tikus dengan diet tinggi lemak, hal ini mereorganisasi sirkuit otak,” jelas Krzysztof Czaja, DVM, Ph.D., seorang peneliti utama studi, yang merupakan profesor neuroanatomi di University of Georgia College of Veterinary Medicine. “Otak berubah dengan mengonsumsi makanan yang tidak seimbang. Ini menyebabkan peradangan di daerah otak yang bertanggung jawab untuk perilaku makan. Reorganisasi sirkuit dan peradangan dapat mengubah sinyal rasa kenyang.”
Jadi, apa yang terjadi pada mikrobiota di usus setelah beralih ke diet tinggi lemak? Dr. Czaja menyamakan fenomena ini dengan perubahan suhu mendadak yang kemungkinan berdampak pada masyarakat yang tinggal di daerah yang terkena. Beberapa orang akan baik-baik saja, lainnya akan menjadi sakit.
“Pada keadaan fisiologis biasa, banyak strain bakteri yang berbeda hidup pada lingkungan yang seimbang di dalam saluran usus,” kata Dr. Czaja.
“Mereka tidak mengalami overpopulasi. Ada pergeseran sedikit, tetapi secara umum populasi ini cukup stabil. Ketika kita mulai memberi makan tikus dengan diet yang berbeda, ada efek langsung. Tiba-tiba, nutrisi yang berbeda mengubah lingkungan mikro di dalam usus dan beberapa bakteri mulai mengalami overpopulasi. Beberapa bakteri sensitif mulai mati dan beberapa populasi bahkan mungkin menghilang. Jadi, memperkenalkan perubahan yang signifikan dalam lingkungan mikro usus memicu rangkaian kejadian yang mengarah ke perubahan populasi bakteri,” jelas Dr. Czaja, seperti dilansir Society for the Study of Ingestive Behavior (07/07/2015).
Perubahan tersebut dapat menyebabkan peradangan yang merusak sel-sel saraf yang membawa sinyal dari usus ke otak, sehingga terjadi miskomunikasi antara usus dan otak. Belum diketahui apakah perubahan ini bersifat permanen atau reversibel, tetapi Dr. Czaja dan rekan-rekannya berencana untuk menjawab pertanyaan ini di masa depan.
Ketika berbicara mengenai diet dan bagaimana dampaknya terhadap kesehatan, Dr. Czaja mengatakan kita harus “berpikir sistemik.” “Semua komponen dan reseptor dalam tubuh kita saling berhubungan dan harus bekerja secara harmonis. Tidak ada reseptor tunggal yang bertanggung jawab untuk hasil fisiologis yang besar.”
Sepanjang sejarah, hingga sampai pada beberapa dekade yang lalu, tubuh kita terbiasa terhadap makanan yang berasal dari sumber alami, bukan makanan buatan dan yang diproses. Penelitian ini memberikan wawasan baru bagaimana keseimbangan dalam mikrobiota usus dan komunikasi usus-otak, kemungkinan terganggu oleh pengenalan makanan yang dimodifikasi tinggi lemak dan gula. Terganggunya keseimbangan mengarah pada kebingungan di otak dan memberikan umpan balik yang dapat mengakibatkan obesitas.