Ilmuwan Identifikasi Cara Baru Bunuh Parasit Malaria

Colorized scanning electron micrograph menunjukkan sel darah merah yang terinfeksi parasita malaria (biru) dan sel normal (merah) (Credit: NIAID)
Colorized scanning electron micrograph menunjukkan sel darah merah yang terinfeksi parasita malaria (biru) dan sel normal (merah) (Credit: NIAID)
Colorized scanning electron micrograph menunjukkan sel darah merah yang terinfeksi parasita malaria (biru) dan sel normal (merah) (Credit: NIAID)

Bhataramedia.com – Para ilmuwan telah menemukan cara-cara baru di mana parasit malaria bertahan dalam aliran darah korbannya, sebuah penemuan yang dapat membuka jalan bagi pengobatan baru untuk penyakit ini.

Para peneliti di Medical Research Council’s (MRC) Toxicology Unit yang berbasis di University of Leicester dan London School of Hygiene & Tropical Medicine, telah mengidentifikasi protein kunci yang jika ditargetkan akan menghentikan malaria, protein ini disebut protein kinase. Studi ini diterbitkan di Nature Communications.

Malaria disebabkan oleh parasit yang hidup di dalam nyamuk yang terinfeksi dan ditransfer ke manusia melalui gigitan. Setelah berada di dalam tubuh, parasit menggunakan proses yang kompleks untuk memasuki sel-sel darah merah dan bertahan hidup di dalamnya. Dengan mengidentifikasi salah satu protein kunci yang diperlukan parasit untuk bertahan hidup dalam sel darah merah, tim peneliti telah mencegah protein tersebut bekerja, sehingga dapat membunuh parasit. Penemuan ini dapat menjadi langkah pertama pengembangan obat baru untuk mengobati malaria.

Para ilmuwan, yang didanai oleh Medical Research Council (MRC) dan Wellcome Trust, menggunakan metode mutakhir untuk membedah jalur biokimia yang terlibat dalam menjaga parasit malaria tetap hidup. Ini termasuk pendekatan yang disebut genetika kimia, dimana bahan kimia sintetis digunakan dalam kombinasi dengan memperkenalkan perubahan genetik pada DNA parasit.

Para peneliti menemukan bahwa satu protein kinase, (PfPKG) memainkan peran sentral dalam berbagai jalur yang memungkinkan parasit untuk bertahan hidup di dalam sel darah. Melalui pemahaman jalur yang digunakan parasit, obat di masa depan dapat dirancang untuk secara akurat membunuh parasit tetapi dengan toksisitas yang terbatas, sehingga membuatnya cukup aman digunakan oleh anak-anak dan wanita hamil.

Dilansir University Of Leicester (07/07/2015), rekan penulis studi, Profesor Andrew Tobin dari MRC Toxicology Unit, mengatakan : “Ini adalah terobosan nyata pada pemahaman kita mengenai bagaimana malaria bertahan dalam aliran darah dan menyerang sel-sel darah merah. Kami telah mengungkapkan proses yang memungkinkan hal ini terjadi dan jika dapat ditargetkan oleh obat, kita dapat menghentikan malaria di jalurnya, tanpa menyebabkan efek samping yang beracun.”

Profesor David Baker, rekan penulis dari London School of Hygiene & Tropical Medicine, mengatakan : “Ini adalah keuntungan besar pada penelitian penemuan obat, jika Anda telah mengetahui identitas target molekul obat tertentu dan konsekuensi memblokir fungsinya. Temuan ini juga membantu untuk merancang perawatan kombinasi yang paling efektif dan membantu untuk menghindari resistensi obat, yang merupakan masalah utama dalam pengendalian malaria di seluruh dunia.”

Menurut WHO, malaria saat ini menginfeksi lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia dan menyumbang lebih dari 500.000 kematian per tahun. Sebagian besar kematian terjadi pada anak-anak yang tinggal di Afrika, di mana seorang anak meninggal setiap menit akibat malaria. Selain itu, penyakit malaria menyumbang sekitar 20% dari semua kematian anak.

Profesor Patrick Maxwell, ketua MRC’s Molecular and Cellular Medicine Board, mengatakan : “Menangani malaria merupakan tantangan global, mengingat parasit ini terus bekerja untuk menemukan cara agar dapat bertahan hidup dari obat yang kita miliki saat ini. Dengan menggabungkan sejumlah teknik untuk mengetahui bagaimana parasit malaria bertahan, penelitian ini membuka pintu potensi pengobatan baru yang dapat menemukan dan mengeksploitasi titik lemah parasit, tetapi dengan efek samping yang minimal bagi pasien.”

You May Also Like