Bhataramedia.com – Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Prof. Dr. dr. Elisabeth Siti Herini, Sp.A(K) yakin, bahwa penyakit epilepsi dapat disembuhkan. Penyakit epilepsi yang disebabkan karena gangguan fungsi otak ini selalu menjadi bahan isu negatif masyarakat yang masih menganggap bahwa penyakit tersebut adalah penyakit kutukan.
Hal ini sangat disayangkan oleh Elisabeth, mengingat penyakit ini masih bisa disembuhkan dengan beberapa terapi khusus. Namun, tentunya dalam proses penyembuhan perlu didukung oleh pihak keluarga agar terus mengawalnya.
“Istilah epilepsi atau ayan sering sekali kita dengar, dan bahkan merupakan penyakit yang menakutkan pada masyarakat yang belum mengetahui apa sebenarnya epilepsi. Sering juga anak yang didiagnosis epilepsi dianggap sebagai stigma atau aib pada keluarga sehingga mereka berusaha menutupi keadaan yang sebenarnya,” kata Elisabeth seperti yang dilansir dari situs resmi UGM (9/6/2015).
Elisabeth menambahkan pada dasarnya epilepsi merupakan gangguan neurologis yang sering terjadi pada masa kanak-kanak dengan aktivitas neuron yang berlebihan dan tidak normal di otak. Secara klinis epilepsi didefinisikan sebagai serangan kejang yang berulang dengan jarak lebih dari 24 jam tanpa penyebab yang jelas.
Hingga saat ini diperkirakan 50 juta orang menyandang epilepsi dan 10,5 juta diantaranya terjadi pada anak dibawah usia 15 tahun. Penelitian berbasis populasi mendapatkan insiden tahunan epilepsi pada masa kanak-kanak 61-124 per 100.000 di negara-negara sedang berkembang dan 41-50 per 100.000 di negara-negara maju.
“Untuk penduduk Indonesia yang berjumlah 245 juta, dengan jumlah anak sampai usia 14 tahun 27,3 persen, diperkirakan jumlah penyandang eilepsi pada anak sekitar 400 ribu – 660 ribu. Jumlah yang cukup banyak dan perlu perhatian khusus untuk menanganinya,” tambah Elisabeth.
Elisabeth menjelaskan terdapat 2 macam penatalaksanaan epilepsi, yaitu pengobatan dengan farmakoterapi dan non-farmakoterapi. Untuk farmako-terapi diberikan terapi obat-obatan, diantaranya fenitoin, karbamazepin, lamotrigin, okskarbazepin, asam valproate, klonazepam, fenobarbital (agonis GABA), topiramat, ethosuximide, felbamate, levetiracetam, primidone, vigabatrin dan zonisamide.
“Meskipun komunikasi antarsemua orang yang terlibat dengan anak dan anaknya sendiri sudah difasilitasi, hal ini bukanlah pekerjaan yang mudah namun merupakan tanggung jawab bersama”, tandas Elisabeth.