Bhataramedia.com – Teknologi baru yang telah dikembangkan oleh peneliti Howard Hughes Medical Institute (HHMI) memungkinkan untuk menguji infeksi virus saat ini dan di masa lalu, melalui analisis dari setetes darah seseorang. Metode yang disebut VirScan tersebut, merupakan alternatif yang efisien untuk diagnosa yang sudah ada, yang digunakan untuk menguji virus tertentu satu per satu.
Dengan menggunakan VirScan, para ilmuwan dapat menjalankan tes tunggal untuk menentukan virus telah menginfeksi individu, daripada harus membatasi analisis mereka terhadap virus tertentu. Pendekatan ini dapat mengungkap faktor tak terduga yang mempengaruhi kesehatan pasien individu, dan juga memperluas kesempatan untuk menganalisa dan membandingkan infeksi virus pada populasi yang besar. Analisis yang komprehensif dapat dilakukan untuk sekitar $25 per sampel darah.
Dilansir Howard Hughes Medical Institute (04/06/2015), Stephen Elledge, seorang peneliti HHMI di Brigham and Women’s Hospital, yang memimpin pengembangan VirScan, mengatakan : “Kami telah mengembangkan metodologi pemeriksaan yang pada dasarnya melihat kembali ke masa lalu melalui darah seseorang dan melihat virus apa yang telah menginfeksi mereka. Daripada melakukan pengujian untuk satu virus per individu, yang membutuhkan waktu lama, kita dapat melakukan skrining pada satu waktu.”
Elledge dan rekan-rekannya telah menggunakan VirScan untuk menskrining darah dari 569 orang di Amerika Serikat, Afrika Selatan, Thailand dan Peru. Para ilmuwan mendeskripsikan teknologi baru ini dan melaporkan temuan mereka di jurnal Science, 5 Juni 2015.
VirScan bekerja dengan cara menskrining darah untuk antibodi yang melawan 206 spesies virus yang menginfeksi manusia. Sistem kekebalan tubuh akan memproduksi antibodi-patogen tertentu ketika bertemu virus untuk pertama kalinya, dan sistem imun dapat terus menghasilkan antibodi tersebut selama bertahun-tahun atau dekade, bahkan setelah infeksi selesai. VirScan tidak hanya mengidentifikasi infeksi virus yang secara aktif dilawan oleh sistem kekebalan tubuh, tetapi juga menyediakan riwayat infeksi masa lalu individu.
Untuk mengembangkan tes baru tersebut, Elledge dan rekan-rekannya telah mensintesis lebih dari 93.000 keping pendek DNA yang mengkode segmen yang berbeda dari protein virus. Mereka memperkenalkan potongan-potongan DNA ini ke dalam bakteri yang menginfeksi virus, yang disebut bakteriofag. Setiap bakteriofag memproduksi salah satu segmen protein (yang dikenal sebagai peptida) dan menampilkan peptida pada permukaannya. Sebagai suatu kelompok, bakteriofag menampilkan semua urutan protein yang ditemukan di lebih dari 1.000 jenis virus manusia yang telah diketahui.
Antibodi di dalam darah menemukan virus target dengan mengenali fitur unik, yang dikenal sebagai epitop. Fitur ini tertanam di dalam protein pada permukaan virus. Untuk melakukan analisis VirScan, semua bakteriofag yang menampilkan peptida, diperbolehkan untuk berbaur dengan sampel darah. Antibodi antivirus di dalam darah akan menemukan dan berikatan dengan epitop target di dalam peptida yang ditampilkan. Para ilmuwan kemudian mengambil antibodi dan membersihkan segala sesuatu, kecuali untuk beberapa bakteriofag yang melekat pada antibodi.
Dengan menggunakan sekuensing DNA dari bakteriofag tersebut, mereka dapat mengidentifikasi potongan protein virus yang menempel pada antibodi di dalam sampel darah. Hal inilah yang akan menceritakan pada ilmuwan mengenai virus apa yang telah dilawan oleh antibodi seseorang, baik melalui infeksi atau melalui vaksinasi. Elledge memperkirakan akan memakan waktu sekitar 2-3 hari untuk memproses 100 sampel, dengan asumsi sekuensing bekerja secara optimal. Dia optimistis kecepatan metode baru ini akan meningkat dengan pengembangan lebih lanjut.
Untuk menguji metode baru ini, tim peneliti menggunakannya untuk menganalisis sampel darah dari pasien yang diketahui terinfeksi virus tertentu, termasuk HIV dan hepatitis C. “Ternyata metode ini bekerja dengan sangat baik,” kata Elledge. “Metode kami berada di kisaran sensitivitas 95 hingga 100 persen dan memiliki spesifisitas yang baik. Kami tidak salah mengidentifikasi orang-orang yang negatif. Hal ini memberi kami keyakinan bahwa kami dapat mendeteksi virus lain dan ketika kami melihat hal ini terjadi, maka metode ini benar-benar nyata. ”
Elledge dan rekan-rekannya menggunakan VirScan untuk menganalisis antibodi di dalam 569 orang dari empat negara, meneliti sekitar 100 juta potensi interaksi antibodi / epitop. Mereka menemukan bahwa rata-rata, setiap orang memiliki antibodi terhadap sepuluh spesies yang berbeda dari virus. Seperti yang diharapkan, antibodi terhadap virus tertentu terdapat secara umum di antara orang dewasa, tetapi tidak pada anak-anak. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak belum terkena virus tersebut. Individu yang berada Afrika Selatan, Peru dan Thailand, cenderung memiliki antibodi terhadap lebih banyak virus daripada orang-orang di Amerika Serikat. Para peneliti juga menemukan bahwa orang yang terinfeksi HIV memiliki antibodi terhadap lebih banyak virus daripada orang tanpa HIV.
Elledge dan timnya terkejut ketikan menemukan bahwa respon antibodi terhadap virus tertentu, secara mengejutkan hampir sama di antara individu, dengan antibodi berbeda yang mengenali asam amino identik di dalam peptida virus. “Di dalam penelitian ini saja, kami telah mengidentifikasi lebih banyak interaksi antibodi / peptida terhadap protein virus, daripada yang telah diidentifikasi di dalam sejarah eksplorasi virus,” katanya.
Reproduktifitas mengejutkan dari interaksi ini memungkinkan tim peneliti untuk memperbaiki analisis mereka dan meningkatkan sensitivitas VirScan. Elledge mengatakan bahwa metode baru ini akan terus ditingkatkan, sembari timnya menganalisa lebih banyak sampel. Temuan mereka pada epitop virus kemungkinan juga memiliki implikasi penting untuk desain vaksin.
Elledge mengatakan bahwa pendekatan yang telah mereka mengembangkan tidak terbatas pada antibodi antivirus. Dia juga menggunakannya untuk mencari antibodi yang menyerang jaringan tubuhnya sendiri pada penyakit autoimun tertentu yang berkaitan dengan kanker. Pendekatan serupa juga dapat digunakan untuk menskrining antibodi terhadap jenis-jenis patogen.
Referensi :
G. J. Xu, T. Kula, Q. Xu, M. Z. Li, S. D. Vernon, T. Ndung’u, K. Ruxrungtham, J. Sanchez, C. Brander, R. T. Chung, K. C. O’Connor, B. Walker, H. B. Larman, S. J. Elledge. Comprehensive serological profiling of human populations using a synthetic human virome. Science, 2015; 348 (6239): aaa0698 DOI: 10.1126/science.aaa0698.