Bhataramedia.com – Para insinyur di MIT dan University of California at San Diego (UCSD) telah menemukan cara baru untuk mendeteksi kanker yang telah menyebar ke hati (liver), dengan menggunakan bantuan dari probiotik. Bakteri menguntungkan yang mirip dengan yang ditemukan di dalam yogurt.
Banyak jenis kanker, termasuk usus besar dan pankreas, cenderung bermetastasis ke hati. Semakin cepat para dokter dapat menemukan tumor ini, semakin besar kemungkinan bahwa mereka dapat berhasil mengatasinya.
“Ada beberapa intervensi, seperti operasi lokal atau ablasi lokal, yang dokter lakukan jika penyebaran kanker di hati masih terbatas. Oleh karena hati dapat beregenerasi, intervensi ini dapat ditoleransi. Data baru menunjukkan bahwa pasien-pasien tersebut kemungkinan memiliki tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi, jadi ada kebutuhan tertentu untuk mendeteksi metastasis awal di dalam hati,” kata Sangeeta Bhatia, profesor Ilmu Kesehatan di John and Dorothy Wilson, serta Teknik Elektro dan Ilmu Komputer di MIT.
Dengan menggunakan strain E. coli tidak berbahaya yang dapat berkolonisasi di hati, para peneliti memprogram bakteri ini untuk menghasilkan sinyal luminescent yang dapat dideteksi dengan tes urin sederhana. Bhatia dan Jeff Hasty, seorang profesor biologi di UCSD, mendeskripsikan pendekatan baru ini di jurnal Science Translational Medicine. Penulis utama adalah MIT postdoc, Tal Danino dan UCSD postdoc, Arthur Prindle.
Bantuan mikroba
Dilansir Koch Institute for Integrative Cancer Research at MIT (27/05/2015), penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa bakteri dapat menembus dan tumbuh di dalam lingkungan mikro tumor, dimana ada banyak nutrisi dan sistem kekebalan tubuh yang terganggu. Oleh karena itu, para ilmuwan telah mencoba selama bertahun-tahun untuk mengembangkan bakteri sebagai sarana untuk pengobatan kanker.
Para peneliti MIT dan UCSD mulai mengeksplorasi gagasan tersebut beberapa tahun yang lalu. Mereka segera mengembangkan upaya mereka untuk memasukkan konsep menciptakan bakteri diagnostik. Agar dapat mengubah bakteri menjadi perangkat diagnostik, para peneliti merekayasa sel bakteri untuk mengekspresikan gen untuk enzim alami yang disebut lacZ (enzim yang memotong laktosa menjadi glukosa dan galaktosa). Di dalam hal ini, lacZ bekerja pada molekul yang disuntikkan ke tikus, yang terdiri dari galaktosa yang terkait dengan luciferin (protein luminescent alami yang diproduksi oleh kunang-kunang). Luciferin dipotong dari galaktosa dan diekskresikan di dalam urin, dimana luciferin dapat dengan mudah dideteksi dengan menggunakan uji laboratorium umum.
Pada awalnya, para peneliti tertarik untuk mengembangkan bakteri ini untuk injeksi ke pasien, tetapi kemudian memutuskan untuk menyelidiki kemungkinan memberikan bakteri secara oral, seperti bakteri probiotik yang ditemukan di dalam yogurt. Untuk mencapai hal ini, mereka mengintegrasikan sirkuit diagnostik mereka ke dalam strain E. coli tidak berbahaya yang disebut ‘Nissle 1917’. Strain ini biasa dipasarkan sebagai promotor untuk kesehatan pencernaan.
Di dalam tes menggunakan tikus, para peneliti menemukan bahwa bakteri yang dikirim secara oral tidak terakumulasi pada tumor di seluruh tubuh.
“Kami menyadari bahwa jika kita memberikan probiotik, kita tidak akan mendapatkan konsentrasi bakteri yang cukup tinggi untuk berkolonisasi pada tumor di seluruh tubuh, tetapi kami memiliki hipotesis bahwa jika kita memiliki tumor di hati tumor tersebut akan mendapatkan dosis bakteri tertinggi dari pemberian secara oral,” kata Bhatia, yang juga merupakan anggota dari MIT Koch Institute for Integrative Cancer Research dan Medical Engineering and Science.
Hal ini memungkinkan tim untuk mengembangkan diagnostik khusus untuk tumor hati. Di dalam tes pada tikus dengan kanker usus besar yang telah menyebar ke hati, bakteri probiotik mampu berkolonisasi pada hampir 90 persen dari tumor metastatik.
Di dalam percobaan menggunakan tikus, hewan yang diberi bakteri yang telah direkayasa tidak menunjukkan efek samping yang berbahaya.
Deteksi yang lebih sensitif
Para peneliti berfokus pada hati bukan hanya karena hati merupakan target alami untuk bakteri ini, tetapi juga karena hati sulit untuk digambarkan dengan teknik pencitraan konvensional seperti CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI), sehingga sulit untuk mendiagnosa tumor metastatik pada hati.
Dengan sistem baru ini, para peneliti dapat mendeteksi tumor hati yang lebih besar dari sekitar satu milimeter kubik, menawarkan sensitivitas yang melebihi metode pencitraan yang sudah ada. Diagnostik semacam ini dapat sangat berguna untuk memantau pasien setelah pengangkatan tumor usus, karena tumor ini berisiko untuk kambuh di dalam hati, Bhatia mengatakan.
Andrea Califano, seorang profesor ilmu biologi di Universitas Columbia, mengatakan : “Penelitian ini adalah terobosan di dalam deteksi kanker kanker secara dini. Kemungkinan terapi baru yang akan muncul sangat menarik.”
“Bakteri ini dapat direkayasa untuk menyebabkan gangguan genetik pada fungsi sel kanker, mengirimkan obat, atau mengaktifkan sistem kekebalan tubuh,” kata Califano, yang tidak terlibat di dalam penelitian.
Tim peneliti MIT saat ini sedang mengembangkan cara menggunakan bakteri probiotik tersebut untuk mengobati kanker.
Penelitian ini didanai oleh Ludwig Center for Molecular Oncology di MIT, a Prof. Amar G. Bose Research Grant, National Institutes of Health melalui San Diego Center for Systems Biology dan Koch Institute Support Grant dari National Cancer Institute.
Referensi :
Tal Danino, Arthur Prindle, Gabriel A. Kwong, Matthew Skalak, Howard Li, Kaitlin Allen, Jeff Hasty, and Sangeeta N. Bhatia. Programmable probiotics for detection of cancer in urine. Sci Transl Med, 27 May 2015 DOI: 10.1126/scitranslmed.aaa3519.