Kepunahan Spesies : Daerah yang Paling Berisiko Akibat Perubahan Iklim

penguin kaisar, penguin emperor

Bhataramedia.com – Setiap derajat peningkatan suhu global, lebih banyak spesies akan punah.

Selain itu, risiko kepunahan suatu spesies, paling akut terjadi pada benua yang memiliki rentang iklim yang unik, dengan spesies asli yang dapat bertahan hanya di dalam rentang yang terbatas. Namun daerah-daerah tersebut justru merupakan yang paling sedikit dipelajari.

Di dalam metaanalisis berdasarkan data dari studi yang diterbitkan sebelumnya, Urban, seorang professor ekologi dan biologi evolusi UConn, melaporkan bahwa naiknya suhu global di masa depan akan mengancam hingga satu dari enam spesies jika kebijakan iklim saat ini tidak dimodifikasi.

Penelitiannya yang berjudul “Accelerating Extinction Risk from Climate Change,” muncul di jurnal Science edisi 1 Mei.

Sementara ada banyak studi mengenai bagaimana spesies individu dapat dipengaruhi oleh perubahan iklim, penelitian yang dilakukan Urban merupakan yang pertama kali mengambil pendekatan holistik.

“Kami dapat melihat di semua studi dan menggunakan kebijaksanaan dari banyak ilmuwan,” kata Urban.

“Ketika kita menempatkan itu semua bersama-sama kita dapat menjelaskan ketidakpastian di dalam setiap pendekatan dan mencari pola umum, serta memahami bagaimana perantara di dalam setiap jenis studi mempengaruhi hasil,” lanjut Urban.

Secara keseluruhan, penelitian ini memprediksi tingkat kepunahan spesies hampir 3 persen berdasarkan kondisi saat ini. Jika bumi menghangat 3°C lagi, risiko kepunahan meningkat menjadi 8,5 persen. Jika perubahan iklim terus berada pada jalur tersebut, dunia akan mengalami kenaikan suhu 4,3°C pada tahun 2100, yang berarti tingkat kepunahan mencapai 16 persen.

Urban mengambil pendekatan global dengan analisisnya karena ada kesulitan di dalam membandingkan penelitian sebelumnya oleh berbagai penulis. Studi-studi tersebut berbeda di dalam cara yang signifikan, termasuk asumsi, metode, spesies yang diamati dan wilayah geografis. Temuan yang didapatkan tidak konsisten dan sulit untuk membandingkan di antara seluruh spesies.

“Selanjutnya, sekitar 60 persen dari studi mengenai dampak perubahan iklim telah berpusat pada Amerika Utara dan Eropa. Namun, Amerika Selatan, Australia dan Selandia Baru berada pada risiko terbesar untuk kehilangan spesies,” kata Urban.

Risiko di Amerika Selatan, Australia dan Selandia Baru sangat merepotkan karena semuanya merupakan benua yang memiliki rentang iklim yang unik dan banyak spesies asli mereka memiliki rentang yang terbatas untuk dapat bertahan hidup. Beberapa spesies asli dengan rentang yang lebih kecil, seperti amfibi dan reptil, menghadapi risiko 6 persen lebih besar dari kepunahan daripada spesies non-pribumi yang saat ini berbagi ruang dengan spesies asli.

“Di Australia dan Selandia Baru, kami juga melihat daratan yang relatif kecil dan terisolasi, sehingga tidak ada kemungkinan bagi spesies untuk beralih ke habitat baru,” tambahnya.

Di antara penemuan yang dia buat adalah bahwa risiko kepunahan tidak berbeda secara signifikan oleh kelompok taksonomi, suatu temuan yang disebutnya sebagai sesuatu yang tak terduga.

“Kita sebelumnya secara umum berpikir bahwa kelompok-kelompok tertentu lebih berisiko daripada yang lain, tetapi hasil kami menunjukkan bahwa semua kelompok taksonomi akan terpengaruh karena perubahan iklim,” jelas Urban, seperti dilansir University of Connecticut (01/05/15)

Sementara tidak semua spesies yang terpengaruh oleh perubahan iklim akan punah, pasti akan ada perubahan yang tidak diinginkan.

Bahkan spesies yang tidak secara langsung terancam punah dapat mengalami perubahan substansial di dalam kelimpahan, distribusi dan di dalam interaksi mereka dengan spesies lain. Pada gilirannya, hal ini dapat mempengaruhi ekosistem, pertumbuhan tanaman, penyebaran penyakit dan memiliki konsekuensi tak terduga lainnya.

“Cukup sulit untuk memprediksi perubahan, tetapi pada akhirnya, kami memiliki satu iklim untuk disaingi,” kata Urban.

“Dengan makhluk hidup, kita berhadapan dengan jutaan spesies, tidak ada yang bertindak persis sama. Bahkan, kita mungkin akan terkejut, karena risiko biologis tidak langsung yang bahkan tidak diakui saat ini, kemungkinan ternyata memiliki dampak yang lebih besar daripada yang pernah kita antisipasi,” pungkas dia.

Referensi :

M. C. Urban. Accelerating extinction risk from climate change. Science, 2015; 348 (6234): 571 DOI: 10.1126/science.aaa4984.

You May Also Like