Bhataramedia.com – Melalui rekayasa enzim antibakteri, para peneliti Dartmouth yang dipimpin oleh Karl Griswold, Ph.D. menggunakan strategi baru untuk menargetkan bakteri yang resistenn terhadap obat, Staphylococcus aureus. Makalah yang baru-baru ini diterbitkan di FEMS Microbiology Letters and Applied Microbiology and Biotechnology tersebut, menjelaskan mengenai upaya secara genomik untuk mencari agen antibakteri baru. Naskah ilmiah ketiga yang diterbitkan di Biology ACS Chemical memeriksa versi yang didesain ulang dari lisozim manusia, enzim antibakteri dengan spektrum yang luas.
“Enzim antibakteri, yang membunuh melalui mekanisme katalitik, merupakan kandidat yang menjanjikan di dalam memerangi mikroba yang resisten terhadap obat,” jelas Griswold. “Infeksi Staphylococcus di dalam lingkungan rumah sakit adalah masalah serius yang telah mendapat perhatian publik secara luas, serta ada kebutuhan mendesak untuk mengatasi ancaman resistensi antibiotik. Menggunakan teknik molekuler, kami memperluas pencarian kandidat obat antibakteri dan meningkatkan kinerjanya.”
Di dalam studi mengenai Staphylococcus aureus, tim Griswold menunjukkan bahwa bakteri memiliki mesin molekular sendiri untuk mensintesis dinding sel dan dengan merekayasa mesin ini, dapat digunakan untuk melawan bakteri itu sendiri. Menggunakan rekayasa genetika, enzim dapat dimodifikasi sedemikian rupa sehingga, bila diterapkan dari luar, enzim akan menyerang dan membunuh bakteri. Kuncinya adalah menggunakan bioinformatika untuk mengidentifikasi “autolysins” endogenous (enzim yang terlibat di dalam proses fisiologis seperti pembelahan sel) dan kemudian memanfaatkan strategi teknik molekuler untuk mengubah autolysins menjadi agen antibakteri yang ampuh.
Selain itu, mereka menganalisis strategi untuk menghasilkan versi lisozim dengan kinerja yang disempurnakan. Lisozim merupakan protein antibakteri alami yang membantu melindungi manusia dari mikroba. Agar dapat melindungi diri dari lisozim, beberapa patogen telah mengevolusikan protein yang secara khusus mengikat dan menonaktifkan lisozim manusia. Griswold menunjukkan bahwa adalah mungkin untuk mendesain ulang lisozim, agar dapat menghindari protein inhibitor dari patogen, sehingga menghasilkan lisozim yang dapat melisiskan bakteri, di dalam kondisi dimana lisozim alami manusia benar-benar tidak aktif.
Sampai saat ini, bidang antibiotik telah didominasi oleh perkembangan kemoterapi antibakteri. Kelompok Griswold adalah bagian dari komunitas peneliti yang meneliti strategi berbeda secara fundamental: enzim antibakteri. Enzim ini menyerang komponen sel bakteri yang sangat terkonservasi selama evolusi mikroba dan, sebagai hasilnya, pilihan terapi alternatif ini kemungkinan kurang rentan terhadap perkembangan fenotipe resistensi bakteri baru.
“Di dalam kasus mengubah autolysins bakteri untuk menyerang dirinya sendiri, kami berspekulasi bahwa resistensi bakteri kemungkinan sangat langka, karena enzim memainkan peran penting di dalam proses alami bakteri,” kata Griswold, seperti dilansir Norris Cotton Cancer Center Dartmouth-Hitchcock Medical Center (02/04/2015).
Tantangan selanjutnya bagi Griswold dan timnya, termasuk penemuan kandidat enzim antibakteri tambahan, lebih baik dari enzim yang ada saat ini sehingga dapat meningkatkan potensinya dan mendesain ulang lisozim agar dapat lebih menghindari spektrum yang lebih luas dari protein inhibitor yang berasal dari patogen. Jangka panjang, mereka berharap untuk bermitra dengan industri di dalam mengejar terjemahan klinis untuk calon terapi yang menjanjikan.