Bhataramedia.com – Bukan rahasia lagi bahwa perubahan iklim mendatangkan malapetaka pada lautan kita dan saat ini penelitian baru menunjukkan bahwa hal itu dapat membuat kehidupan laut membutuhkan ribuan tahun untuk pulih dari gejolak terkait perubahan iklim.
Di dalam menghadapi iklim yang berubah dengan cepat, para ilmuwan sebelumnya meyakini ekosistem laut dapat menjadi cukup tangguh, hanya membutuhkan ratusan tahun untuk bangkit kembali menjadi normal. Namun, setelah menganalisis sampel inti sepanjang 30 kaki dari dasar laut Samudera Pasifik, para peneliti California Academy of Sciences datang dengan kesimpulan yang berbeda. Sementara hanya membutuhkan waktu puluhan tahun untuk menghancurkan bioma laut, kemungkinan diperlukan ribuan tahun bagi ekosistem ini untuk pulih dari kerusakan akibat perubahan iklim dan deoksigenasi air laut.
Puluhan ribu tahun yang lalu, suhu yang tinggi telah merampok oksigen (deoksigenasi) lautan kita, seiring lapisan es raksasa mulai mencair. Saatini, dengan menurunnya lautan es dan gletser secara cepat di tengah perubahan iklim, para ilmuwan khawatir bahwa hal itu dapat terjadi lagi.
Sebelumnya, penelitian yang bertujuan untuk merekonstruksi sejarah iklim bumi sangat bergantung pada organisme bersel tunggal sederhana yang disebut Foraminifera. Namun, studi baru ini, yang diterbitkan di jurnal PNAS, adalah yang pertama kali memfokuskan pada kehidupan multisel, sehingga dapat melukiskan gambaran yang lebih baik dari kesehatan ekosistem secara keseluruhan dan jaring makanan di dalamnya. Tim peneliti menganalisis lebih dari 5.400 fosil invertebrata, dari bulu babi hingga kerang, di dalam inti sedimen dari lepas pantai Santa Barbara, California.
“Di dalam penelitian ini, kami menggunakan masa lalu untuk meramalkan masa depan,” kata peneliti Peter Roopnarine, Akademi kurator zoologi invertebrata dan geologi, di dalam siaran pers.
“Menelusuri perubahan keanekaragaman hayati laut selama episode sejarah pemanasan dan pendinginan memberitahu kita apa yang akan terjadi di tahun-tahun mendatang. Kami tidak ingin mendengar bahwa ekosistem membutuhkan ribuan tahun untuk pulih dari gangguan, tetapi penting bagi kita untuk memahami kebutuhan global untuk memerangi dampak iklim modern,” lanjut dia seperti dilansir California Academy of Sciences (30/03/2015).
Inti sedimen berbentuk seperti tabung yang diambil oleh Roopnarine dan rekan-rekannya, menyediakan sepotong kehidupan laut yang ada antara 3.400 dan 16.100 tahun yang lalu. Sampel ini kurang lebih menggambarkan gambaran sebelum dan sesudah dari apa yang terjadi selama deglasiasi besar terakhir di Bumi. Waktu ketika pemanasan iklim dan mencairnya es di kutub, serta meluasnya zona rendah oksigen di laut.
Temuan ini menunjukkan bahwa setelah pergeseran dramatis di dalam iklim, ekosistem dasar laut yang dulunya beragam dan penuh oksigen menjadi terdeoksigenasi dan juga kehilangan keanekaragaman hayati yang luar biasa. Terlebih lagi bahwa fosil invertebrata hampir tidak ada pada saat kadar oksigen lebih rendah dari rata-rata.
Di dalam periode kurang dari 100 tahun, kadar oksigen laut menurun antara 0,5 dan 1,5 mL / L. Sampel sedimen selama periode ini menunjukkan bahwa fluktuasi oksigen yang relatif kecil dapat menghasilkan perubahan dramatis bagi komunitas dasar laut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa periode masa depan perubahan iklim global dapat mengakibatkan efek tingkat ekosistem yang sama, dengan pemulihan kehidupan laut yang terjadi pada skala milenium. Seiring menghangatnya bumi (2014 adalah tahun terpanas dalam catatan), para ilmuwan berharap untuk melihat daerah-daerah yang jauh lebih besar dari “zona mati” (oksigen rendah) di lautan dunia.
Temuan ini bukan hanya berita buruk bagi berbagai organisme laut, tetapi juga bagi mereka yang bergantung pada ekosistem laut.
“Orang-orang di Oregon dan di sepanjang Teluk Meksiko sudah akrab dengan dampak merusak dari kondisi laut rendah oksigen pada ekosistem lokal dan ekonomi,” tambah Roopnarine. “Kita harus mengeksplorasi bagaimana ekosistem dasar laut menanggapi pergolakan dari perubahan iklim yang cepat. Kita manusia harus berpikir hati-hati mengenai planet yang akan tinggalkan untuk generasi mendatang.”