Bhataramedia.com – Transplantasi sel punca (stem cell) kemungkinan lebih efektif daripada obat mitoxantrone untuk orang dengan kasus multiple sclerosis (MS) yang parah. Hal ini menurut studi baru yang diterbitkan tanggal 11 Februari 2015, di edisi online Neurology, jurnal medis dari American Academy of Neurology.
Penelitian ini melibatkan 21 orang yang tingkat disabilitasnya akibat MS telah meningkat selama tahun sebelumnya, meskipun mereka telah mengambil obat konvensional (yang juga dikenal sebagai pengobatan lini pertama). Para peserta, yang rata-rata berusia 36 tahun, berada di tingkat kecacatan rata-rata di mana tongkat atau penopang diperlukan untuk berjalan.
Dilansir American Academy of Neurology (11/02/2015), pada multiple sclerosis (MS), sistem kekebalan tubuh menyerang sistem saraf pusat tubuh sendiri. Di dalam studi tahap II ini, semua peserta menerima obat untuk menekan aktivitas sistem kekebalan tubuh. Kemudian 12 peserta menerima obat MS, mitoxantrone, yang mengurangi aktivitas sistem kekebalan tubuh. Pada sembilan peserta lainnya, sel-sel punca (stem cell) dipanen dari sumsum tulang mereka. Setelah sistem kekebalan tubuh ditekan, sel-sel punca diperkenalkan kembali melalui pembuluh darah. Seiring waktu, sel-sel bermigrasi ke sumsum tulang dan menghasilkan sel-sel baru yang menjadi sel-sel kekebalan tubuh. Para peserta diikuti hingga empat tahun.
“Proses ini tampaknya dapat mereset sistem kekebalan tubuh,” kata penulis studi, Giovanni Mancardi, MD, dari University of Genova di Italia. “Dengan hasil ini, kita dapat berspekulasi bahwa pengobatan sel punca dapat mempengaruhi rangkaian suatu penyakit,” lanjut Mancardi.
Imunosupresi yang intens diikuti dengan pengobatan sel punca (stem cell) mengurangi aktivitas penyakit secara signifikan, melebihi pengobatan dengan mitoxantrone. Mereka yang menerima transplantasi sel punca memiliki 80 persen lebih sedikit daerah baru dari kerusakan otak yang disebut lesi T2 daripada mereka yang menerima mitoxantrone, dengan rata-rata 2,5 lesi T2 baru bagi mereka yang menerima sel punca dibandingkan dengan delapan lesi T2 baru bagi mereka yang menerima mitoxantrone.
Pada jenis lain dari lesi yang berhubungan dengan MS, yang disebut lesi gadolinium-enhancing, tidak ada orang yang menerima pengobatan sel punca memiliki lesi baru selama penelitian, sedangkan 56 persen dari mereka yang memakai mitoxantrone memiliki setidaknya satu lesi baru.
Mancardi mencatat bahwa efek samping serius yang terjadi dengan pengobatan sel punca telah diduga sebelumnya dan diatasi tanpa konsekuensi yang permanen.
“Penelitian lebih lanjut dengan jumlah pasien yang lebih besar diperlukan untuk secara acak menerima baik transplantasi sel punca atau terapi yang disetujui. Sangat menarik untuk melihat bahwa pengobatan baru ini kemungkinan mengungguli pengobatan yang ada saat ini bagi orang-orang dengan MS berat yang tidak merespon dengan baik terhadap pengobatan standar,” kata Mancardi.
Penelitian ini didukung oleh Italian Multiple Sclerosis Foundation.