Bhataramedia.com – Para ahli biologi terkemuka dari University of Toronto telah memimpin penelitian mengenai sel yang mengatur fungsi otak yang tepat. Mereka telah mengidentifikasi dan menemukan letak “pemain kunci” yang tindakannya berkontribusi terhadap pennyakit seperti epilepsi dan skizofrenia. Penemuan ini merupakan langkah besar menuju pengembangan pengobatan yang lebih baik untuk penyakit tersebut dan gangguan neurologis lainnya.
“Neuron di otak berkomunikasi dengan neuron lainnya melalui sinapsis, komunikasi yang dapat merangsang atau menghambat neuron lain,” kata Profesor Melanie Woodin dari Department of Cell and Systems Biology di University of Toronto (U of T), peneliti utama dari penelitian yang diterbitkan hari ini di Cell Reports.
“Ketidakseimbangan antara tingkat eksitasi dan inhibisi menyebabkan kesalahan fungsi otak dan dapat menghasilkan kejang. Kami telah mengidentifikasi suatu kompleks protein yang dapat mengatur keseimbangan eksitasi-inhibisi pada tingkat sel,” lanjut Woodin, seperti dilansir dari rilis berita University of Toronto (5/6/2014).
Kompleks protein yang terdiri dari tiga protein kunci (KCC2, Neto2 dan GluK2) ini diperlukan untuk penghambatan dan rangsangan komunikasi sinaptik. KCC2 diperlukan untuk impuls inhibisi, GluK2 adalah reseptor untuk pemancar rangsangan glutamat dan Neto2 adalah protein tambahan yang berinteraksi dengan KCC2 dan GluK2. Penemuan dari ketiga kompleks protein ini merupakan suatu wawasan yang baru karena sebelumnya diyakini bahwa KCC2 dan GluK2 berada di dalam kompartemen yang terpisah dari sel dan bertindak secara independen satu sama lain.
“Menemukan bahwa mereka semua secara langsung berinteraksi dan dapat saling mengatur fungsi satu sama lain dapat mengungkapkan suatu sistem yang dapat memediasi keseimbangan eksitasi-inhibisi antara neuron sendiri,” kata Vivek Mahadevan, seorang kandidat Ph.D.di dalam kelompok Woodin dan penulis utama studi ini.
Mahadevan dan rekan-rekannya membuat penemuan ini melalui analisis biokimia, pencitraan fluoresensi dan percobaan elektrofisiologi pada otak tikus. Teknik yang paling bermanfaat adalah penerapan sistem gel sensitif yang canggih untuk menentukan kompleks protein asli di dalam neuron. Teknik ini disebut Blue Native PAGE. Proses ini menyediakan kondisi biokimia yang diperlukan untuk menjaga kompleks protein yang biasanya ada pada neuron. Blue Native PAGE lebih menguntungkan bila dibandingkan gel elektroforesis standar, di mana protein dapat dipisahkan dari kompleks protein normal mereka berdasarkan berat molekulnya.
“Hasil dari analisis telah mengungkapkan protein yang dapat ditargetkan oleh produsen obat untuk memperbaiki ketidakseimbangan yang terjadi pada gangguan neurologis seperti epilepsi, gangguan spektrum autisme, skizofrenia dan nyeri neuropatik,” kata Woodin. “Tidak ada obat untuk epilepsi; perawatan terbaik yang tersedia hanya mengontrol efeknya, seperti kejang-kejang. Kita sekarang dapat membayangkan untuk mencegah penyakit-penyakit tersebut di masa depan,” tambah dia.
“Mekanisme selular yang menentukan keseimbangan eksitasi-inhibisi merupakan hal yang perlu diidentifikasi. Sekarang kita mengetahui peran kunci yang dimainkan oleh KCC2 di dalam memediasi aktivitas rangsangan. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk memahami disfungsi yang terjadi sesekali dan bagaimana hal itu juga dapat diatur oleh impuls rangsangan,” pungkas Mahadevan.
Referensi Jurnal :
Vivek Mahadevan, Jessica C. Pressey, Brooke A. Acton, Pavel Uvarov, Michelle Y. Huang, Jonah Chevrier, Andrew Puchalski, Caiwei M. Li, Evgueni A. Ivakine, Matti S. Airaksinen, Eric Delpire, Roderick R. McInnes, Melanie A. Woodin. 2014. Kainate Receptors Coexist in a Functional Complex with KCC2 and Regulate Chloride Homeostasis in Hippocampal Neurons. Cell Reports. DOI: 10.1016/j.celrep.2014.05.022.