Bakteri Sedimen Dasar Laut Bertahan Hidup Dengan Mengoverekspresikan Gen Perbaikan DNA

Marinilactibacillus piezotolerans, salah satu bakteri sedimen dasar laut. (Photo: Toffin et al., 2005. IJSEM. doi: 10.1099/ijs.0.63236-0.

Bhataramedia.com – Dasar laut adalah rumah bagi lebih dari 1/3 dari bakteri di planet ini, tetapi sampai sekarang masih belum jelas apakah biosfer mikroba besar ini masih hidup dan membelah. Sekarang kelompok ilmuwan telah menunjukkan bahwa bakteri dari lingkungan dasar laut yang ekstrim telah beradaptasi dengan cara mengaktifkan respon stres dan mekanisme perbaikan DNA secara berlebih untuk mengatasi kondisi yang ekstrim.

Sedimen dasar laut mengandung habitat mikroba terbesar di bumi. Lebih dari 1/3 semua biomassa mikroba yang ada di planet bumi. Melalui pengeboran dasar laut dan pengambilan sampel, dapat dibuktikan bahwa dasar laut mengandung berbagai bentuk kehidupan mikroba. Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa mikroba di dasar laut sebenarnya sangat aktif. Akan sangat sulit untuk menganalisis bentuk kehidupan yang hidup ratusan meter di bawah permukaan laut jika tingkat aktivitasnya rendah. Sekelompok peneliti di Woods Hole Oceanographic Institute dan University of Delaware telah mengembangkan teknik untuk menganalisis aktivitas tersebut.

Mikroba dasar laut memproduksi molekul RNA (mRNA). Tidak seperti DNA yang merupakan molekul kuat yang dapat bertahan utuh selama ribuan tahun di dalam kondisi tertentu, mRNA (messenger RNA) memiliki waktu paruh yang pendek. Messenger RNA dihasilkan oleh sel-sel yang “menghidupkan” gen, sehingga mRNA merupakan indikasi keaktifan suatu gen. Hal ini berarti bahwa mRNA dapat digunakan sebagai bukti mengenai adanya aktivitas biologis.

“Mikroba yang ada di dasar laut adalah biosfer mikroba terbesar di Bumi dan terdiri dari sel-sel yang hidup jauh di bawah permukaan. Baru-baru ini kami menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa sel-sel tersebut sebenarnya selalu membelah dan tidak dalam keadaan yang tidak aktif (dorman). Hal ini berarti bahwa biosfer mikroba tersebut memiliki aktivitas dan kemungkinan memainkan peran penting di dalam siklus unsur secara global selama rentang waktu geologi,” kata pemimpin penelitian ini, William Orsi.

Penemuan ini akan dipersentasikan pada konferensi Goldschmidt di Sacramento, California. Dr. Orsi akan menjelaskan secara detail mengenai bagaimana bakteri dasar laut berhasil bertahan hidup di lingkungan yang tidak ramah.

“Dasar laut adalah lingkungan yang benar-benar sulit untuk dipelajari, sehingga pemahaman mengenai bagaimana mikroba bertahan hidup di sana selama ini telah menjadi teka-teki,” katanya, “Namun, kami telah menemukan bahwa mereka memiliki mekanisme tertentu yang membantu mereka beradaptasi dengan lingkungan ekstrim, di mana mereka berada di bawah tekanan yang tinggi dan kekurangan akan nutrisi,” kara Dr. Orsi.

Kelompok ilmuwan mengambil sampel sedimen dasar laut melalui pengeboran pada landas kontinen di lepas pantai Peru. Mereka membandingkan ekspresi gen mikroba pada beberapa kedalaman yang mencakup 5-159 meter di bawah dasar laut. Mereka menemukan bahwa ekspresi gen yang memperbaiki DNA, seperti recA, meningkat seiring jumlah waktu mikroba terkubur di dasar laut.

“Mikroba yang ada di sedimen dasar laut telah beradaptasi untuk hidup di dalam kondisi yang keras. Kami menemukan bahwa mereka secara signifikan mengoverekspresikan gen yang terlibat di dalam respon stres selular seperti gen recA. Gen ini merupakan pusat dari “respon SOS” bakteri, bakteri menggunakan gen ini sebagai cara unutk mengatasi berbagai kondisi tekanan lingkungan, termasuk antibiotik. Kami telah menemukan bahwa mikroba sedimen dasar laut semakin mengekspresikan gen seiring waktu di dalam sedimen dasar laut,” tambah Dr. Orsi.

“Teknik genomik terbukti memiliki berbagai aplikasi di dalam sistem sedimen. Misalnya, pada bidang paleogenomik sedimen laut yang merupakan bidang baru. Bidang baru ini membuka jendela ke efek iklim masa lalu terhadap kehidupan laut. Dr. Marco Coolen adalah pemimpin bidang baru ini dan kami telah bekerja sama untuk menganalisis DNA plankton kuno dari Laut Hitam. Teknik ini sulit, tetapi dapat memberitahu kita bagaimana biologi menanggapi perubahan iklim selama rentang waktu geologi. Melihat ke masa lalu dapat membantu kita memprediksi dampak perubahan iklim di masa depan terhadap kehidupan laut,” pungkas Dr. ORsi, seperti dilansir  Eurekalert (13/6/2014).

You May Also Like