Sistem Wanatani Dapat Memperbaiki Daerah Aliran Sungai (DAS) yang Terdegradasi

wanatani
wanatani
Perpaduan tanaman sengon dengan salak pondoh di lapisan bawahnya. Leksono, Wonosobo. (Photo: Wie146)

Bhataramedia.com – Sistem wanatani (agroforestry) yang dikombinasikan dengan pengelolaan terpadu tanah dan air dapat meningkatkan produktivitas pertanian dan menjaga menyimpan daerah aliran sungai (DAS) dari degradasi.

Studi yang dilakukan oleh World Agroforestry Centre (ICRAF) di DAS Gabayan, Bohol Timur, Filipina, telah menunjukkan bahwa sistem wanatani mampu menciptakan pengelolaan DAS yang lebih berkelanjutan sehingga memungkinkan orang yang tinggal di daerah tersebut mendapatkan keuntungan dari ekosistem. Manfaat yang didapatkan berupa hasil panen yang lebih tinggi, peningkatan pendapatan dan ketahanan tanaman budidaya terhadap perubahan iklim.

Wanatani adalah teknik manajemen penggunaan lahan terintegrasi yang menggabungkan pepohonan dan semak-semak dengan tanaman budidaya dan ternak.

Naskah publikasi dari studi tersebut berjudul “Modeling the effects of adopting agroforestry on basin scale surface runoff and sediment yield in the Philippines”.

Seperti dilansir laman World Agroforestry Centre (ICRAF) (28/3/2014), studi tersebut menggunakan Soil and Water Assessment Tool (SWAT) berbasis komputer untuk mensimulasikan pengaruh dari pemanfaatan lahan yang berbeda terhadap hidrologi dan ekosistem di sekitar DAS Gabayan. Alat tersebut mampu memprediksi dampak lingkungan akibat penggunaan lahan, pengelolaan lahan, dan perubahan iklim.

Daerah aliran sungai tidak hanya menyediakan air untuk keperluan rumah tangga, tetapi juga menyediakan banyak layanan ekologis dan budaya, termasuk air untuk irigasi dan industri, tempat tinggal, habitat bagi keanekaragaman hayati dan sumber mata pencaharian.

Selama bertahun-tahun, banyak DAS di seluruh dunia telah “menderita” akibat pengambilan sumber daya yang intensif dan salahnya pengelolaan. Di negara-negara seperti Filipina, beberapa daerah aliran sungai di negara tersebut kini telah terdegradasi karena penggundulan hutan dan erosi tanah.

DAS Gabayan merupakan daerah lahan multi guna yang mencakup area lebih dari 5000 hektar dan menampung sekitar 60.000 orang yang mata pencahariannya bergantung pada pertanian. Namun, sayangnya, daerah tersebut sudah sangat terdegradasi.

Petani di daerah DAS Gabayan telah melaporkan masalah lingkungan, seperti; banjir, kekeringan, penurunan kualitas air dan peningkatan erosi dan sedimentasi di daerah hilir jaringan irigasi.

“Sebagian besar area DAS Gabayan telah gundul dan digantikan oleh lahan pertanian ekstensif serta padang rumput selama setengah abad terakhir,” kata David Wilson, peneliti utama studi ini. “Hal tersebut telah mengganggu pemerataan aliran sungai, sehingga mengakibatkan banjir, kekeringan dan tingkat percepatan erosi tanah serta sedimentasi di hilir.”

Metode SWAT telah digunakan untuk mensimulasikan dampak dari praktek-praktek penggunaan lahan yang terjadi di DAS Gabayan dan mengimplementasikan pertanian konservasi yang menggunakan sistem wanatani di lokasi strategis. Hasil penelitian menunjukkan penurunan signifikan pada sedimen sebesar 20% dan konsentrasi sedimen sebesar 35% di DAS Gabayan yang memakai sistem wanatani dan pertanian konservasi.

You May Also Like