Bhataramedia.com – Olahraga yang menempatkan regangan besar pada tulang, seperti berlari, dapat meningkatkan kesehatan tulang jangka panjang lebih efektif daripada kegiatan tanpa menahan beban seperti bersepeda. Para penulis menyimpulkan hal tersebut dari studi baru mereka yang mengukur hormon dari pelari maraton gunung. Hasil penelitian penelitian ini dipresentasikan di European Congress of Endocrinology.
Penelitian sebelumnya dari Istituto Ortopedico Galeazzi di Milan, menemukan bahwa pengendara sepeda balap dalam kondisi ketahanan ekstrim menderita resorpsi tulang kronis. Kondisi ini terjadi ketika kalsium dari tulang dilepaskan ke dalam aliran darah dan melemahkan tulang. Pada penelitian ini, kelompok peneliti yang sama berangkat untuk mengetahui apakah kelompok dari atlet elit pelari maraton gunung, memiliki respon yang sama.
Para peneliti mengukur dua konstituen tulang penting, serta hormon yang terkait dengan regulasi energi. Osteocalcin dan P1NP merupakan dua protein yang terkait dengan pembentukan tulang dan tingkatmya dalam darah merupakan indikator kesehatan tulang. Glukagon, leptin dan insulin adalah hormon yang terlibat dalam mengatur metabolisme dan menunjukkan kebutuhan energi tubuh. Meningkatnya tingkat glukagon mengindikasikan permintaan energi, sementara peningkatan tingkat insulin dan leptin menunjukkan tingkat energi yang memadai atau berlebihan. Para peneliti mengukur tiga hormon ini serta tingkat osteocalcin dan P1NP pada 17 pelari sebelum dan setelah lari maraton gunung 65 km, serta membandingkannya dengan hormon dan konstituen tulang dari dua belas orang dewasa pada usia yang sama, yang melakukan latihan fisik tingkat rendah hingga sedang.
Dibandingkan dengan kelompok kontrol, pelari ultramaraton memiliki kadar glukagon lebih tinggi dan kadar leptin dan insulin lebih rendah saat menyelesaikan balapan. Penurunan tingkat insulin dalam kelompok ini terkait mirip dengan menurunnya osteocalcin dan P1NP. Hal ini menunjukkan bahwa atlet pelari dapat mengalihkan energi dari pembentukan tulang menjadi daya tuntutan energi tinggi dari metabolisme mereka. Namun, pelari ultramaraton memiliki tingkat P1NP tinggi saat istirahat dibandingkan dengan kontrol, menunjukkan bahwa mereka dapat mengalihkan energi dari tulang selama balapan, tetapi memiliki keuntungan bersih dalam kesehatan tulang jangka panjang.
“Pria dan wanita tiap harinya perlu melakukan olahraga secara moderat untuk menjaga kesehatan,” kata Dr. Giovanni Lombardi, penulis utama studi tersebut. “Namun, temuan kami menunjukkan bahwa mereka yang berisiko memiliki tulang lemah kemungkinan harus memilih olahraga lari daripada berenang atau bersepeda.”
Salah satu teori yang dapat menjelaskan efek dari latihan yang berbeda pada pembentukan tulang adalah peran osteocalcin, jelas Dr . ombardi. “Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa osteocalcin berkomunikasi dengan sel-sel beta di pankreas, yang mengatur metabolisme glukosa tubuh,” katanya. “Karena berlari menghasilkan beban fisik yang lebih tinggi pada tulang daripada berenang atau bersepeda, bisa jadi hal ini merangsang jaringan tulang untuk mengirim sinyal ke pankreas untuk membantu memenuhi kebutuhan energi dalam jangka panjang.”
“Pekerjaan kami menunjukkan bahwa tulang tidak hanya diam, tetapi secara aktif berkomunikasi dengan organ dan jaringan lain untuk mendorong kebutuhan energi tubuh,” kata Dr. Lombardi, seperti dilansir European Society of Endocrinology (30/05/2016).
“Kita sering menemukan bahwa kondisi metabolik dan risiko patah tulang terkait dengan kondisi dasar yang sama, sehingga semakin banyak kita belajar tentang interaksi antara tulang dan metabolisme tubuh, semakin baik kita akan memahami penyakit yang kompleks seperti diabetes dan osteoporosis.”